https://www.facebook.com/216559085082832/posts/4579857965419567/?sfnsn=wiwspmo
Kotbah Minggu XIX Setelah Trinitatis
Minggu, 18 Oktober 2020
Nats: Ayub 42:7-17
*“AYUB, MENANG ATAS PERGUMULAN HIDUP”*
Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati, apakah yang terlintas dalam benakmu ketika mendengar nama “Ayub”? Seorang yang saleh, jujur, taat dan takut akan Tuhan, itulah gambaran tentang kepribadian dari Ayub (Ayub 1:1). Meskipun ujian bertubi-tubi terjadi dalam kehidupannya, ia tetap setia dan taat kepada Allah. Ayub adalah seorang yang terberkati, hal tersebut nyata dalam kehidupan keluarganya. Ia memiliki tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Ia memiliki 7.000 ekor kambing domba, 3.000 ekor unta, 500 pasang lembu, 500 ekor keledai betina dan budak-budak dalam jumlah banyak, sehingga ia disebut sebagai orang terkaya pada masanya. Jika diperhadapkan dengan falsafah Batak, Ayub sudah termasuk dalam kriteria orang yang memiliki 3 H (Hamoraon: Kekayaan, Hasangapon: Kehormatan, dan Hagabeon: Berketurunan Laki-laki & Perempuan). Namun, kemudian kehidupannya berubah ketika apa yang dimilikinya satu persatu diambil darinya. Semua anaknya mati, harta bendanya sirna, ia sakit kulit dan istrinya sendiri mencelanya dengan ucapan “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” (Ayub 2:9).
Ayub tetap taat dan setia kepada Allah dengan jawabannya “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?”. Jadi, melalui jawabannya tersebut, Ayub tetap pada kesalehannya meskipun keadaannya sudah berubah. Keadaan bisa berubah, Harta dan kekayaannya bisa sirna, namun iman dan kepercayaannya kepada Allah tetap seperti sedia kala. Baik dalam kaya maupun miskin, susah maupun senang, sehat maupun sakit, Ayub tetap teguh dalam imannya kepada Allah. Jika apa yang menimpa Ayub ini terjadi pada diri kita, apakah kita mampu seperti Ayub? Atau kita akan mengutuki dan meninggalkan Allah? Sebab sering sekali orang taat dan setia kepada Allah hanya jika ia dalam kelimpahan dan seseorang akan meninggalkan Allah ketika ia dalam penderitaan. Namun, berbeda dengan Ayub. Ia tetap taat dan setia meskipun dalam pergumulan hidup.
Para sahabat Ayub, yaitu Elifas orang Teman, Bildad orang Suah dan Zofar orang Naama datang untuk mengunjungi Ayub, melihat keadaannya dan turut berbekasungkawa atas apa yang terjadi pada Ayub, sahabat mereka itu. Inilah bentuk simpati dan empati mereka kepada sahabat mereka yang sedang berduka itu. Ayub meluapkan segala isi hatinya (curhat) di hadapan para sahabatnya tersebut. Memang haruslah demikian fungsi sahabat bagi sahabatnya yang lain. Bersedia mendengar dan menghibur. Ketiga sahabatnya tersebut menegur Ayub dengan ucapan-ucapan mereka sesuai dengan pengertian mereka masing-masing. Sehingga Ayub beranggapan bahwa Allah itu jauh dari kehidupanya, dia merasa bahwa Allah sedang menghukumnya dan meninggalkannya. Jika kita baca argumentasi dari para sahabat Ayub, terkesan mereka menyalahkan Ayub, pandangan theodici tidak mungkin Tuhan salah, penderitaan yang terjadinpada umat manhsia adalah karena ulah manusia sendiri. Para sahabat Ayub terus mendesak Ayub untuk mengakuinjujur dosa apa yang tersembunyindilakukan Ayub di hadapan Tuhan. Ayub kesal sahabatnya sampai menyebut mereka sebagai "penghibur sialan" (Ayub 16:2 (TB) "Hal seperti itu telah acap kali kudengar. Penghibur sialan kamu semua!). Ayub terus membela diri bahwa dirinya tidak bersalah atas sema penderitaannya yang dialaminya. Ayub 31:6 (TB) biarlah aku ditimbang di atas neraca yang teliti, maka Allah akan mengetahui, bahwa aku tidak bersalah.
Teyapi dia percaya sesungguhnya Allah tidak pernah meninggalkan setiap orang yang percaya kepadaNya.
Percakapan Ayub dengan Elihu dan elifas tetap membuat Ayub gak puas, namun telah memberikan pandangan-pandangan yang membuat Ayub semakin menyadari siapa Ayub dihadapan Allah (Ayub 32-37). Allah senantiasa memperhatikan penderitaan manusia, termasuk Ayub. Melalui penderitaan yang didatangkan Allah kepada Ayub, Allah ingin Ayub mengenal dirinya, siapakah dia dan siapakah Allah. Melalui penderitaan itu, Allah menginginkan agar manusia semakin mendekatkan diri kepadaNya Sang Pencipta, bukan membenarkan diri dan beranggapan bahwa tak sepatutnya Allah mendatangkan penderitaan kepada orang yang taat dan setia kepadaNya. Penderitaan-penderitaan itu adalah ujian untuk semakin meneguhkan iman kepada Tuhan.
Ayub setia dalam semua penderitaan yang dialaminya. Akhirnya, Ayub menyesal telah menyalahkan Tuhan, ia sungguh-sungguh bertobat, mencabut seluruh tuduhannya terhadap Tuhan dan mengakui keagungan Allah Sang khalik itu. Ayub 42:5-6 (TB) Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu."
Saat Allah senidir menyapa Ayub, dia.menyadaei dirinya siapa dihadapan Tuhan. Demikian dengan Elifas, Tuhan menegornya dan meminta maaf atas kekliruannya menyalahkan Ayub. Penebusan kesalahan Elifas ditandai dengan pemotongan korban dan per.ohonan maaf pada Ayub. Akhinya hubungan Ayub dan kaean-kawannya dipulihkan kembali.
Di pihak Ayub sendiri, pemulihan ini diawali dengan kesadaran Ayub. Ayub menyadari Siapa dirinya dihadapan Tuhan. Perubahan Ayub melihat dirinya sendiri menjadikan dia semakin takjub akan Tuhan. Tuhan Allahpun memulihkan keadaan Ayub dengan berbagai proses kehidupan yang telah dilaluinya. Ia menerima dua kali lipat dari milik sebelumnya.
Sahabat yang baik hati, kotbah minggu sangat bermakna bagi kita:
a. Allah berhak menegur setiap orang yang berdosa (Ay.7-9)
Allah menegur ketiga sahabat Ayub, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar atas dosa mereka. Mereka telah menyaksikan yang salah tentang Allah kepada Ayub. Mereka bertiga memang sahabat Ayub yang baik dan setia, namun pendangan mereka tentang Allah telah salah. Mereka bukan membuat Ayub bertobat, justru semakin membuat Ayub merasa benar bahwa dirinya tidak bersalah di hadapan Allah. Meskipun Allah murka kepada mereka bertiga, namun Allah masih tetap menunjukkan kasihNya melalui firmanNya kepada mereka. Allah ingin mereka mempersembahkan korban bakaran sebagai penebusan dosa mereka dan Allah ingin mereka pergi ke hadapan Ayub dan meminta agar Ayub mendoakan mereka. Teguran Allah ini direspon baik oleh para sahabat Ayub tersebut, mereka tidak tersinggung dan marah kepada Allah, karena mereka menyadari bahwa mereka telah berdosa di hadapan Allah dan juga Ayub. Tanpa banyak alasan ini itu, atau berusaha membenarkan diri, ketiga sahabat Ayub itupun segera melaksanakan firman Tuhan. Ayub juga mendoakan mereka sebagaimana perintah Tuhan. Ia tidak pernah menolak ketiga sahabatnya itu. Ayub mampu mendoakan mereka karena dia memiliki kasih dan pengampunan terhadap ketiga sahabatnya tersebut. Disamping itu, ia juga telah menerima pengampunan dari Allah, maka sebagai manusia yang telah diampuni dosanya oleh Allah, kita juga harus mampu mengampuni orang yang bersalah kepada kita bahkan mendoakannya, agar Allah mengampuni dosa-dosanya. Doa untuk tujuan yang baik, bukan doa untuk mencelakakan, menghakimi atau menyumpahi agar orang yang menyusahkan kita menjadi celaka. Mampukah kita seperti Ayub? Dapatkah kita mendoakan orang-orang yang telah mengecewakan kita? Sebagai orang percaya, kita harus mampu mendoakan orang-orang yang bersalah kepada kita, bahkan orang yang membenci kita sekalipun haruslah kita doakan agar hidupnya semakin baik dan terjadi pertobatan.
b. Allah memulihkan kehidupan orang yang percaya kepadaNya (Ay.10-17)
Pemulihan yang dilakukan Allah dalam kehidupan Ayub, bukanlah sebagai upah karena kesalehannya. Tetapi merupakan anugerah Allah dan kasih setiaNya yang senantiasa dinyatakanNya dalam kehidupan setiap orang yang percaya. Bahkan Allah memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya terdahulu. Bukankah ini luar biasa? Ayub telah dimenangkan oleh Allah dalam menghadapi penderitaan demi penderitaan dalam hidupnya. Bukan hanya Ayub yang bersukacita, orang-orang di sekitar Ayub juga turut bersukacita. Ayub tidak hanya menikmati kebahagiaannya sendiri, tetapi ia turut berbagi sukacita dengan orang-orang di sekelilingnya. Semua saudara, kerabat, relasi dan para sahabat datang menyaksikan kemenangan Ayub atas penderitaan dalam hidupnya. Mereka datang bukan dengan tangan hampa, mereka datang dengan masing-masing membawa uang satu kesita dan sebuah cincin emas yang diberikan mereka kepada Ayub sebagai tanda sukacita mereka. Hidup Ayub menjadi kesaksian yang hidup bagi mereka yang menyaksikannya pada saat itu. Bayangkanlah, Allah telah memberikan dua kali lipat kepada Ayub dari kekayaannya sebelumnya dan kekayaannya itu semakin bertambah dengan pemberian saudara, kerabat, relasi dan para sahabatnya. Keadaan jauh berubah, bukan lagi sudah jatuh ketimpa tangga lagi seperti dahulu pada saat ia menjalani penderitaan demi penderitaannya, tetapi sekarang ia telah menikmati kemenangannya atas penderitaan itu. Berkat Tuhan semakin melimpah dalam hidupnya, bukan hanya harta bendanya yang berlipat ganda, tetapi Ayub juga mendapat anugerah melalui kehadiran tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan dalam keluarganya. Ketiga anak perempuannya (Yemima, Kezia dan Kerenhapukh) merupakan perempuan tercantik pada masa itu. Ayub masih hidup 140 tahun lagi setelah Allah memulihkan keadaannya. Itu adalah waktu yang cukup lama untuk menikmati anugerah Tuhan melalui Kehormatan, Kekayaan dan keturunan yang diberikan Allah kepadanya. Sampai pada masa tuanya ia masih dapat menikmati dan mensyukuri berkat-berkat Tuhan dalam hidupnya bersama dengan keturunannya sampai keturunannya yang keempat, lalu ia meninggal dunia. Kita yakin, Ayub meninggal dengan penuh sukacita karena pahit manisnya kehidupan telah ia lalui dan ia menang di dalam Tuhan.
Kehidupan Ayub pada masa lampau ini adalah pelajaran yang berharga bagi kita orang Kristen zaman sekarang. Kita harus semakin menyadari segala dosa-dosa kita di hadapan Allah dan di hadapan sesama manusia dan kita harus semakin merendahkan diri dan hati kita di hadapan Allah Sang Pencipta. Sebab Dialah yang berkuasa atas segala ciptaanNya termasuk manusia. Kita yakin, segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia itu sepengetahuan Allah. Dia mengetahui dan bertindak pada waktunya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya (Pengkhotbah 3:11). Segala harta, kekayaan, kekuasaan dan apapun yang kita miliki tidak seharusnya membuat kita menyimpang dan menjauh dari jalan Tuhan. Tetapi, hendaknya semakin mendekatkan kita kepada Sang Pemberi tersebut, yaitu Allah. Sebab Dialah sumber berkat dalam kehidupan kita manusia. Oleh sebab itu, kita harus semakin bersyukur atas segala berkat yang diberikan oleh Allah dalam kehidupan kita, kita tidak pantas menyombongkan diri atas segala kepunyaan kita itu. Sebab itu adalah anugerah Tuhan, Dialah yang berhak memberi juga berhak mengambilnya, termasuk nyawa kita seturut kehendakNya (Ayub 1:21). Marilah kita meneladani hidup Ayub, seorang yang kaya raya namun tetap hidup dalam kesalehan, ketaatan dan takut akan Tuhan, bahkan demikian juga ketika Allah memberikan dua kali lipat dari sebelumnya kepadanya, ia tetap hidup dalam kesalehan, ketaatan dan takut akan Tuhan. Harta tidak membutakan mata dan imannya. Namun, semakin mendewasakan imannya. Tuhan memberkati kita, selamat menjalani hidup dengan ucapan syukur kepada Tuhan. Amin.
Selamat Hari Minggu Tuhan Memberkati
Salam: Tim Editor Page "Pdt Nekson M Simanjuntak" - RN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar