Selasa, 28 Oktober 2014

KABINET KERJA DAN JAMINAN MENGHÀRGAI KERJA

KABINET KERJA DAN JAMINAN MENGHARGAI KERJA


Kerja...kerja...kerja! Pidato yang sangat membanggakan dari Bapak Presiden Ir Jokowidodo pada waktu pelantikannya. Keseriusan bapak jokowi hal kerja diwujudkan pula dengan menyusun kabinet dengan menqmainya kabinet kerja. Ini ada suatu penekanan khusus akan kerja dan mendorong kinerja kabinetnya untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.

Dengan prinsip diatas ada asumsi bahwa kesejahteraan dapat dicapai dengan kerja. Dalam hal ini dibutuskan etos kerja melalui displin, hemat, kerja keras dll. Produksi kerja yang bagus tentu didorong dan dihasilkan oleh etos kerja yang bagus pula. Asumsi ini benar dan sulit untuk dibantahkan dan inilah yang mesti prioritas dalam pencapaian produksi. Namun apakah dengan kerja dan memiliki etos kerja unggul akan otomatis kesejahteraan tercapai? Menurut saya tidak, kerja dan etos kerja yang dimiliki seseorang mesti diikuti dengan kepastian penghargaan terhadap hasil kerja.

Kajian menarik dari Bapak Guru Etos Jansen Sinamo yang merumuskan pendalaman akan makan kerja, beliau sampaikan Kerja adalah rahmat, amanah, panggilan, aktualisasi, ibadah, seni, kehormatan, pelayanan. Kajian ini jika diuraikan sangat bagus dan begitu mulia untuk mendorong orang memiliki spirit kerja yang baik demi pencapaian hasil yang baik pula. Sajian pak Jansen ini sekaligus menghantar pemahaman yang konprehensip tentang kerja. Jika masing-masing pribadi lepas pribadi menerapkannya tentu akan memiliki dampak yang besar pula.

Namun karena istilah kerja ini berkaitan dengan kabinet yg dipimpin Jokowi, saya sempat berpikir sesungguhnya semua orang pasti memiliki pemahaman dengan bekerja dia berpenghasilan. Namun mendorong bekerja tidak cukup, ada orang yang berlelah dan mungkin terlalu lelah bekerja namun kurang mendapatkan hasil optimal dari hasil kerjanya karena kebijakan yg kurang berpihak. Kerja yang mensejahterakan mesti ada kebijakan yang mendorong dan menghargai kerja. Atau mesti ada jaminan atas pekerja menikmati hasil kerjanya. Jika tidak ada jaminan penghargaan atas kerja maka bisa saja terjadi penindasan dan penikmatan hasil kerja yang tidak seimbang. Menguatkan apa yang saya sampaikan di sini saya akan sampaikan beberapa contoh bahwa etos kerja harus diikuti dengan kebijakan mengenai kepastian jaminan penghargaan atas kerja.

01. Taruhlah ada perusahaan, semua karyawan bekerja dengan etos kerja yang baik, produksinya bagus namun rekrutmentnya tidak bagus, pembagian kesejahteraanya tidak seimbang, maka lama kelamaan dalam proses kesadaran perusahaannya akan tumbang karena orang orang yang bekerja tidak memperoleh jaminan akan hasil kerjanya secara seimbang. Atau misalnya karier, di dalam pemerintahan atau kedinasan. Dalam hal ini kerja membutuhkan jaminan rekrutment yang jelas dan jaminan akan menikmati hasil pekerjaan. Jika ada jaminan rekrutmen yang jelas dalam pemerintahan atau instansi spirit kerja pasti secara otomatis akan ada dalam setiap pekerja. Dalam hal ini Kabinet Jokowi mesti mendorong lebih keras untuk menyusun sistem rekrutmen di semua jajaran pemerintahan.

02. Coba kita lihat kehidupan petani, seorang petani memiliki etos kerja yang baik, mengolah lahannya dengan baik dan belajar berbagai hal agar produksi pertaniannya baik. Petani bekerja baik bahkan dengan bekerja keras, namun belum tentu menikmati hasil pertaniannya dengan baik karena umumnya setiap musim panen tiba harga komoditinya turun oleh permainan pasar dan orang2 yang bermain dengan harga. Disini tidak cukup hanya mengatakan kerja...kerja...kerja bagi petani, namun mesti ada jaminan dan kepastian akan harga produksi yang petani kerjakan. Jika itu tak ada maka tak ada gunanya kita sebut kerja..kerja..dan kerja.

03. Kerja... kerja..kerja? Apa yang mau dikerjakan oleh pengangguran? Adigum kerja ini sekaligus didalamnya mendorong kabinet kerja Jokowi mesti membuka lapangan kerja atau membina warga untuk pengembangan kapasitas dalam berbagai usaha sehingga mereka bisa bekerja dan berkarya.

Kerja..kerja..kerja, dalam bekerja tidak cukup hanya memiliki etos kerja, namun pemerintah harus juga mempersiapkan perangkap hukum atas jaminan terhadap pekerjaan, jaminan atas pembagian hasil kerja pekerja, dan jaminan akan penghargaan terhadap kerja. Sehingga tak ada lagi orang yang malas kerja karena rekrutmen karier yang tidak jelas. Tidak ada lagi petani yang malas karena hasil pertanian mereka tak dijamin ketika panen, tak ada lagi pengangguran karena ruang kerja terbuka lebar.

Selamat bekerja.

Jumat, 24 Oktober 2014

SPIRIT PELAYANAN PAULUS

Cattan Kotbah Minggu 26 Oktober 2014
Nats: 1 Tessalonika 2:1-8

SPIRIT PELAYANAN PAULUS
1 Tessalonika 2:1-8

“Janganlah kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” (Rom 12:11)

Dalam sejarah gereja mula-mula, kita kenal suatu ungkapan: “semakin dibabat, semakin merambat.” Ungkapan ini merupakan suatu istilah dalam menggambarkan realitas perkembangan gereja mula-mula. Mereka mendapat tantanga, ancaman, anianya dan martyr namun sedikit pun tak membuat mereka undur dari beriman kepada Yesus Kristus. Tantangan itu bukan saja datang dari Yahudi, tapi dari masyarakat umum dan khususnya kekaisaran Romawi yang senantiasa menunding persekutuan orang percaya sebagai kelompok teror yang menggerogoti pemerintahan kekaisaran Romawi. Sedemikian bencinya Pemerintahan Romawi akan orang percaya hingga mereka terus dianiaya, dikerjar bahkan martyr menjadi tontonan si stadion berhadapan dengan singa dan banyak juga yang dibakar hidup-hidup menjadi obor di jalan. Itulah pahitnya menjadi pengikut Yesus di masa sejarah gereja mula-mula.

Sekalipun sedemikian dahsyatnya tantangan itu, bahwa jumlah orang yang percaya kepada Yesus Kristus tidak berkurang, justru semakin bertambah. Pengejaran terhadap orang percaya menjadi cara Allah untuk mempercepat pekabaran Injil ke mana mereka berlari dari pengejaran dan penganiayaan. Habis gelap terbitlah terang; masa penganiayaanpun berlalu setelah ada Edik Milano yang menerima Agama Kristen sebagai agama resmi di wilayah kekaisaran Romawi.
Menjadi pertanyaan bagi kita spirit apa atau semangat apa yang membuat gereja mula-mula bertahan seperti itu? Kuncinya adalah karena rasul-rasul telah menunjukkan teladan dalam ha l itu dan tentu atas pertolongan dan perlindungan Roh Kudus bagi setiap orang percaya sebagaimana digambarkan dalam Kisah Para rasul.
Berkaitan dengan kotbah minggu ini, dari 1 Tes 2:1-8, Paulus menjelaskan Spirit Pelayanannya kepada jemaat Tessalonika. Spirit pelayanan Paulus itu digambarkan dalam tiga unsur penting, yaitu:  

01.   Tak Surut Oleh Tantangan
Paulus dan murid-muridnya berlari dari satu desa ke desa lain untuk memberitakan Injil. Bagi Paulus upaya memberitakan Injil ini adalah hutang yang harus ditebus dan Injil harus sampai ke ujung bumi sebelum Kristus datang. Inilah spirit Paulus, bahwa Injil harus diberitakan sebeleum kedatanganNya, karena itu baginya waktu hanya tinggal sedikit dunia yang belum dijangkau Injil masih banyak. Paulus berkunjung dari kota ke suatu kota, desa ke desa lain agar Injil diberitakan. Dia tidak memiliki ketakutan atau mengeluh terhadap apa yang menghambat dan menganiaya dia dalam Pemberitaan Injil. Dalam perikop ini Paulus menjelaskan penganiayaan dan hambatan yang dialaminya di Filipi(Baca Kisah Rasul 16: 13-18, 19-40). Di Filipi Paulus menyembuhkan perempuan yang dirasuki roh, namun Paulus dituding menjadi pembuat onar. Pemerintah setempat menangkap dan memenjarakan Paulus. Bukan hanya itu namun mereka diikat dan dibelenggu di penjara bagian tengah agar tidak bisa melepaskan diri.  Namun apa yang terjadi, pada saat itu ada gempa bumi yang hebat sehingga  sendi-sendi pintu penjara terbu membuat Paulus dan Silas dapat keluar dari penjara. Hal yang paling luar biasa, penjaga penjara akhirnya takjub dan meminta petunjuk  dari Paulus perihal apa yang dia harus lakukan agar dia selamat. Paulus menjawab: “percayalah kepda Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.” (Kis 16:31).

Apa yang menarik disini, Paulus menegaskan bahwa tantangan, hambatan, penolakan dan penganiayaan tak akan menghentikan pemberitaan Injil. Kekuatan manusia dan kekuasaaan penguasa tak akan mampu mengehntikan Pemberitaan Injil. Segala belenggu yang diikatkan oleh manusia kepada Pemberita Injil akan tanggal dan runtuh dengan sendirinya oleh Kuasa Kristus.
Spirit seperti itulah yang mesti dialami oleh pelayanan masa kini, tak akan surut oleh tantangan apapun, melainkan dengan semngat pemberitaan segala tantangan itu akan diruntuhkan oleh Kristus.

02.   Pemberitaan; Menyukakan Hati Tuhan
Spirit pelayanan adalah menyukakan hati Tuhan. Inilah hal kedua yang ditegaskan oleh Paulus dari kotbah minggu ini bahwa Pemberitaan Injil semata-mata untuk menyukakan hati Tuhan. Paulus mengecam keras sikap dan perbuatan para pemberita lain yang tidak murni, bertujuan untuk menyenangkan hati manusia, bahkan dengan segala tipu daya dilakukan atas nama pelayanan namun bukan pada tujuan yang murni. Paulus menegaskan ini karena ada pemberita yang berusaha menjatuhkan Paulus dengan pemberitaannya. Di sini Paulus memberikan apologi tentang pemberitaannya bahwa sesungguhnya penugasan Pemberitaan Paulus adalah

Kepercayaan yang diberkan oleh Yesus Kristus kepada Paulus: “”karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.” (1 Tes 2:4).
 Perihal bagaimana Kristus menangkap Paulus menjadi pemberita Injil dapat kita baca di Kisah rasul 9, 1-19a;  kisah pertobatan saulus menjadi Paulus dan sekaligus pengutusan Paulus menjadi Pemberita Injil.  Demikian halnya dalam Gal 1:12 disebutkan: “karena aku bukan menerimanya dari manusia dan bukan manusia yang mengajarkannya kepadaku tetapi aku menerimanya oleh penyataan Yesus Kristus. Dan tidak kalah pentingnya Paulus menjelaskan bahwa penerimaannya menjadi rasul adalah melalui suatu penampakan (1 Kor 15: 8: “dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya.”

Dari kisah pemanggilan dan pengutusannya menjadi rasul, Paulus bermaksud murni yaitu bertujuan untuk menyukakan hati Tuhan.
Tentu banyak refleksi yang mungkin kita kembangkan dari sini perihal tujuan Pemberitaan dan tujuan Pelayanan. Mari singkirkan tujuan-tujuan picisan dalam pelayanan dan pemberitaan apakah itu demi popularitas, harga diri, atau maksud lainnya. Semua pelayanan dan pemberitaan kita mari kita pusatkan untuk menyukakan  Tuhan.

03.   Pemberitaan: ada kasih sayang dan pengasuhan
Ada suatu istilah menarik dari Paulus sebagai rasul dan jemaat asuhan hasil penginjilannya; yaitu semacam hubungan seorang ibu terhadap anaknya. Ibu yang memelihara, membesarkan dan mendidik anak-anaknya di dalam kasih dan pemeliharaan pengasuhan yang baik agar bertumbuh menjadi dewasa. Jadi hubungan ini ada kasih sayang dan pengasuhan hingga mandiri. “Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawi anaknya.” (1 Tes 2:7)

Analogi ini sangat menarik sebagai kritik terhadap kalim “pemberita Injil” yang terkesan hanya sebagai penabur saja mengabaikan unsur pengasuhan dan pemeliharaan persekutuan. Ada pengkotbah yang menaburkan Injil dimana-mana dan menyatakan pelayanannya telah dimana-mana. Baiklah itu benar dan kita terima sebagai tugas pemberitaan, namun Tugas Pemberitaan dalam kotbah ini bukan hanya menabur, namun Paulus dalam kotbah ini ada kasih sayang, ada pengasuhan dan pemeliharan iman agar bertumbuh hingga jemaat yang dewasa.

Jemaat yang bertumbuh dan menjadi dewasa jika dipupuk dan dipelihara dengan kasih sayang. Mungkin bisa juga kita menarik suatu refleksi di bulan oktober ini HKBP telah mencapai 135 tahun bertumbuh dalam pengasuhan persekutuan apakah kita telah menjadi dewasa. Atau mungkin skop gereja masing-masing, perlu evaluasi akan kasih sayang dan pengasuhan; sudah sejauh manakah kasih sayang dan pengasuhan kita dalam rangka bertumbuh bersama menjadi jemaat yang dewasa hingga saat ini? Atau sebaliknya yang terjadi semakin kering dan gersangnya kasih sayang, dan kepedulian semakin kerdil atau berlomba untuk mencapai tujuan popularitas diri yang sia-sia? Kotbah ini mengajak kita kembali agar hidup dalam kasih sayang dan saling merawat dan memelihara persekutuan yang bertumbuh di dalam iman hingga dewasa.  

Penutup:
Jika kita perhatikan dalam suatu Opening Ceremony atau Pembukaan Olimpiade atau Pekan Olah Raga selalu ada penyalaan Api. Api olimpiade yang biasanya diambil dari api bumi alami yang menyala,  Api ini terus dibawa oleh atlet hingga dinyalakan pada opening ceremony. Ini adalah bertujuan dalam seluruh pertandingan dan perlombaan ibarat api yang menyala demikianlah spirit para atlet menyala hingga menuntaskan segala pertandingan dan perlombaan. Demikian halnya dalam pelayanan kita masing-masing, hendaklah spirit api pelayanan kita tidak padam tetapi terus menyala hingga berakhir di garis finis.

“Janganlah kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” (Rom 12:11)

Rabu, 22 Oktober 2014

JOKOWI DAN BUDAYA BARU

Jokowi: sederhana, rendah hati dan low profile
Akankah ini budaya baru kita?

Ada status teman setelah Jokowi dilantik baru ini dia rasakan sabas dan merasa puas bernegara. Ini kurasa ungkapan spontan yang tidak dibuatbuat, namun genuine dan alami karena telah mengikuti proses pencalonan Jokowi dari Solo, Gub DKI, Pergulatan sebelum pemilihan Presiden hingga hiruk pikuk di Senayan yang terus diterpa badai dan letupan letupan poltik yang menggoyang Jokowi. Kekuatan Jokowi terletak pada karakternya yang rendah hati, sederhana dan low profile sehingga tetap disukai oleh banyak orang.

Apa yang kita lihat disini selama bergulat dalam letupan2 itu, Jokowi tenang, tidak reaktif dan menjawab dengan sederhana. Ini nampaknya berbeda dengan model kepemimpiann modern yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki prinsip: berusaha menunjukkan kemampuan, kuasa atau pengaruh, mesti penampilan wah dan penuh luxury (hidup mewah) dll agar terlihat berwibawa. Tampilnya Jokowi meruntuhkan semua teori itu dengan penampilan bisa, sederhana dan low profile.

Menjadi pertanyaan bagi saya, banyak memuji Jokowi dengan sikapnya yang rendah hati, sederhana dan low profile, namun akankah mengikuti life style ini dalam kabinetnya atau jajaran birokrat yang diberdayakannya nanti untuk membangun Indonesia hebat? Menurut saya politisi dan para pejabat teras yang akan diberdayakan nantinya menjadi siksaan bathin yang akan berpurapura jadi sederhana, rendah hati dan low profile karena sudah menjadi habit yang tak bisa dirubah.

Moga tak demikian ini adalah pelajaran berharga yang sangat penting menjadi budaya baru masyarakat Indonesia. Mari kita tunggu perubahan mental pejabat dan public figur Indonesia

Senin, 06 Oktober 2014

DALAM PEMBUANGAN TUHAN TURUT TERBEBAN

DALAM PEMBUANGAN TUHAN TURUT  TERBEBAN
Pesan Kotbah Dari Ratapan 3:22-33
Oleh: Nekson M Simanjuntak


Pembuangan bukanlah akhir segalanya, melainkan satu fase dari sejarah panjang yang tidak tahu akhirnya. Pandangan ini mesti tetap dipelihara hadapiagar memiliki mental tangguh dan dan daya tahan menghadapi masalah. 

Hal inilah yang menjadi tema besar dari Kitab Ratapan 3:22-33 tentang ratapan nabi Yeremia atas pengalaman pahit umat Israel yang terbuang ke negeri Babel. Ratapan ini sangat mendalam karena pupusnya identitas sebagai bangsa besar menjadi bangsa tawanan, bukan hanya itu adanya pukulan besar bagi orang Israel (Yehuda) yang dulunya membanggakan dan mengagungkan Bait Suci, hancur dan diratakan tanpa satu batupun bertindi. Ini adalah pukulan terbesar dalam sejarah pengalaman mereka sebagai umat Tuhan. Dalam pengalaman ini mungkin bagi mereka dunia telah berakhir, Israel yang dulu tinggal cerita dan kenangan, tiada masa depan, tinggal menunggu semuanya berakhir dan berlalu yang ada adalah pahitnya hidup, terasing dan berbuang di negeri asing.

Marilah kita simak katakata Yeremia ini:
5:1 Ingatlah, ya TUHAN, apa yang terjadi atas kami, pandanglah dan lihatlah akan kehinaan kami.
5:2 Milik pusaka kami beralih kepada orang lain, rumah-rumah kami kepada orang asing.
5:3 Kami menjadi anak yatim, tak punya bapa, dan ibu kami seperti janda.
5:4 Air kami kami minum dengan membayar, kami mendapat kayu dengan bayaran.
5:5 Kami dikejar dekat-dekat, kami lelah, bagi kami tak ada istirahat.
5:6 Kami mengulurkan tangan kepada Mesir, dan kepada Asyur untuk menjadi kenyang dengan roti.
5:7 Bapak-bapak kami berbuat dosa, mereka tak ada lagi, dan kami yang menanggung kedurjanaan mereka.
5:8 Pelayan-pelayan memerintah atas kami; yang melepaskan kami dari tangan mereka tak ada.
5:9 Dengan bahaya maut karena serangan pedang di padang gurun, kami harus mengambil makanan kami.
5:10 Kulit kami membara laksana perapian, karena nyerinya kelaparan.
5:11 Mereka memperkosa wanita-wanita di Sion dan gadis-gadis di kota-kota Yehuda.
5:12 Pemimpin-pemimpin digantung oleh tangan mereka, para tua-tua tidak dihormati.
5:13 Pemuda-pemuda harus memikul batu kilangan, anak-anak terjatuh karena beratnya pikulan kayu.
5:14 Para tua-tua tidak berkumpul lagi di pintu gerbang, para teruna berhenti main kecapi.
5:15 Lenyaplah kegirangan hati kami, tari-tarian kami berubah menjadi perkabungan.
5:16 Mahkota telah jatuh dari kepala kami. Wahai kami, karena kami telah berbuat dosa!
5:17 Karena inilah hati kami sakit, karena inilah mata kami jadi kabur:
5:18 karena bukit Sion yang tandus, di mana anjing-anjing hutan berkeliaran.
5:19 Engkau, ya TUHAN, bertakhta selama-lamanya, takhta-Mu tetap dari masa ke masa!

Perenungan atas pengalaman pahit inilah nabi Yeremia merefleksikan apa sebenarnya yang terjadi dan melihat beberapa hikmat yang diambil dari pengalaman pahit ini. Adakah hal positip yang dapat diambil dari pengalaman pahit ini? Kitab ratapan menjadi salah satu hal penting dalam mengambil hikmah dibalik kesusahan yang terjadi. Kitab ratapan tidak serta merta membawa pada ratapan dan isak tangis yang tiada henti, tak melakukan sesuatu karena dirundung oleh kesedihan melainkan Kitab ratapan membawa umatNya belajar dari pengalaman pahit ini, selain penyesalan atas kesalahan masa lalu, dalam ratapan umat memahami bahwa Tuhan ada dan turut terbeban menanggung semua beban ini.  Pembuangan bukanlah akhir dari semuanya, melainkan satu fase (masa) dari panjangnya perjalanan sejarah yang tidak tahu ujungnya.

1.       Dunia Belum Berakhir – Tak berkesudahan kasih setia TUHAN dan tak habis-habisnya rahmat-Nya.
Seusai membeberkan keterpurukan, Yeremia menerima bahwa semuanya ini adalah atas ulah dan konsekwensi pelanggaran. Ini sangat penting dalam pemulihan batin – Allah yang kita percayai adalah Allah yang penyayang dan panjang sabar, namun Dia adalah Allah yang murka atas dosa dan pelanggaran. Peneriman Allah yang Maha peyayang, bisa juga mengabaikan pemahaman atas Allah yang pemurka. Kemurkaannya menyadarkan kita akan dosa. Inilah salah satu hal yang berharga dari kita Ratapan, dalam kehampaan Yeremia membawa suatu semangat bahwa di dalam pukulan yang berat ini, kasih setia Tuhan tetap ada. Di dalam Murkanya Tuhan tetap mengasihi, karena kasihNya adalah tetap sepanjang masa. Dengan demikian apakah arti beban ini? Beban yang mereka tanggung bukanlah hukuman yang menghancurkan dan meleyapkan, tetapi sebagai cambuk yang memberi pelajaran (hukuman yang mendidik). Dibalik cambuk Tuhan berbicara tentang kasih, karena cambuknya adalah konsekwensi dari pelanggaran. Allah adalah Rahmani, Dia tetap memancarkan rahmatNya.  Jadi dunia mereka belum berakhir, sejarah mereka belum berhenti, tetapi umat adalah tetap di dalam naungan kasihNya. Kasih Tuhan tidak tampak di dalam bentuk kesenangan saja, di dalam kepahitan Tuhan juga berbicara dan menunjukkan kasihNya. “Karena walaupun Ia mendatangkan susah, Ia juga menyanyangi  menurut kebesaran kasih setia-Nya” (Rat 3:33)

2.       Tuhan adalah bagianku - Tuhan Turut Terteban
Beban berat atas pembuangan yang dialami Yehuda adalah juga beban Tuhan. Tuhan turut terbeban atas beban umatNya. Tuhan adalah bagianku (ay 24). Pesan ini sangat penting mendatangkan dan menghadirkan Tuhan atas beban ini. Pemahaman ini sangat menarik, Tuhan tidak dilihat sebagai Allah yang mendatangkan semua kesussahan ini, tetapi memohon agar Tuhan turut di dalam beban ini. Jika terjadi musibah atau bencana, sering diskusi mengarah kepada dimana keadilan Tuhan.  Tidak sedikit pandangan membela Tuhan dan menyalahkan manusia, namun ada juga kasus seperti Ayub bahwa derita yang dialami sama sekali bukan karena dosanya. Diskusi seperti ini sering membawa kita pada pembenaran Allah atau pembenaran manusia. Pembenaran seperti itu tiada guna di dalam beban, pertanyaan penting adalah bagaimana kita berjalan atau bertahan hidup di dalam semua beban ini. Kitab Ratapan ini membawa suatu pemahaman bahwa Tuhan adalah bagianku. Artinya Tuhan turut terbeban di dalam semua kesusahan ini, kita tidak sanggup sendirian, dengan kekuatan dari Tuhan kita bisa berjalan. Bukan hanya kekuatan Tuhan yang kita minta dalam mejalani semua beban, tetapi Tuhan adalah ikut terbeban dan mau menanggungnya bersama-sama dengan kita.  Dengan demikian  perlu pencerahan dalam memahami beban, ubahlah pertanyaan dari ‘siapa yang salah atas semua ini’ menjadi  permohonan ‘ya Tuhan, lihat dan pandang lah kami’. Kata-kata ini beberapa kali muncul di dalam kitab Ratapan ini, yang mengajak dan memohon agar Tuhan ikut ambil bagian menjalani dan melepaskan beban berat ini.

3.       Meratapi Kegagalan – Menetapkan langkah ke depan.
Jika Tuhan tetap mengasihi , mengapa begitu pahit yang kami alami? Pertanyaan ini dijawab oleh Yeremia dalam ay 28-30: berdiam diri, meratapi kesalah adalah sangat penting untuk menyadari berbagai kesalahan. Mengabaikan kesalahan dan berbangga diri dalam setiap kejayaan sekalipun diatas landasan kesalahan adalah kebodohan. Janganlah berbangga hati jika Tuhan tidak memukul kita ketika kita salah. Namun kalau pun dipukul saat yang baik bagi kita untuk meratap mengerang kesakitan itu baik,  berdiam diri merenungkan semua beban yang menimpa, dan bahkan merebahkan diri pasrah atas segala apa yang terjadi.  Merebahkan diri, pasrah dan menyadari  diri tiada apa-apa dihadapan Tuhan merupakan proses menempa diri yang baru. Pembuangan bagi kitab ratapan merupakan proses penempaan umat yang baru. Ibarat proses daur ulang demikian umatnya ditempa kembali sebagai umat baru yang taat dan setia. 

Dengan pemahaman demikian terjawablah sudah di dalam kitab ratapan bahwa masa pembuangan adalah masa yang sangat penting untuk merenungkan kembalai pelanggaran. Ratapan bukan semata-mata menangis dan menyesali masala lalu tetapi memetik hikmah dibalik pengalaman pahit. Di dalam keterpurukan ini, kitab ratapan juga membawa pemahaman bahwa di dalam beban umatNya, Tuhan turut terbeban. Tuhan ada dan bersama-sama mereka di dalam pembuangan. Di dalam pembuangan mereka ditempa dan dijadikan sebagai umat baru.  Pembuangan bukanlah akhir dari perjalanan umatNya melainkan satu fase (masa) dalam sejarah yang panjang dimana kita tidak tahu kapan berakhirnya perjalanan ini.

Sabtu, 04 Oktober 2014

IDUL ADHA: MEMAKNAI ARTI BERQURBAN

IDUL ADHA: MEMAKNAI ARTI BERQURBAN
Pesan Bermakna Bagi Masyarakat Indonesia Dalam Berbagai Tikungan Politik
Oleh: Nekson M Simanjuntak


Kesibukan saudara-saudara beragama Islam sudah jauh-jauh sebelum hari Idul Adha yang dirayakan hari ini. Mereka mencari kurban terbaik berupa ternak yang diijinkan agama seperti: Kambing, Lembu Sapi, Kerbau dan lain-lain sesuai dengan perintah Agama dan standar kesehatan melalui pemerintah. Kebutuhan religius demikian dimanfaatkan oleh banyak pedagang ternak untuk berlomba-lomba menawarkan jasa. Tidak heran jika pemandangan di lapangan, pinggir jalan dan berbagai tempat pun dipadati oleh ternak kurban dengan variasi harga yang ditentukan oleh pedagang ternak.

Idul Adha dirayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebuatan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.

Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.

Menurut penjelasan Quraisy Sihab dalam tayangan Metro TV tadi pagi bahwa dalam tradisi Islam wajib hukumnya bagi warga muslim untuk memberikan kurban bagi fakir miskin. Mereka yang memperoleh rizki atau berkah wajib hukumnya memberikan kurban bagi mereka yang berkekurangan. Dalam perspektif Islam, Idul Adha ini berkaitan dengan puncak perayaan haji mengenang peristiwa Ibrahim mengurbankan anaknya atas perintah Allah. Itulah sebabnya hari raya kurban juga disebut dengan hari raya kurban.

Kewajiban agama untuk memberi kurban, bukanlah semata-mata memberikan daging bagi fakir namun memiliki makna yang terdalam yaitu merelakan penghasilan bahkan miliki kepunyaan diri sendiri untuk berbagi/dibagikan dengan orang lain. Mengorbankan kepentingan sendiri demi melihat kepentingan orang banyak.

Semangat makna berqurban di hari raya idul Adha atau Hari Raya Qurban ini adalah momentum berharga bagi Masyarakat Indonesia yang mayoritas masyarakat muslim. Budaya berkurban, mengurangi kepentingan diri dan mengedepankan kepentingan orang lain bahkan merelakan apa yang menjadi hak dan milik pribadi dapat disumbangsihkan bagi orang-orang yang membutuhkan. Makna seperti ini menjadi sangat berharga untuk diinternalisasikan bagi seluruh masyarakat yang pada minggu-minggu ini dalam suasana hiruk pikuk dan tikungan-tingan politik yang tajam di Senayan. Mengganti UU Pilkada menjadi lewat DPRD telah mengorbankan hak pilih rakyat. Zigzag politisi meraih kekuasaan di kursi DPR dan lain-lain merupakan pemandangan dan tontonan yang menonjolkan kepentingan diri dan kelompok. Makna semangat berqurban di Idul Adha ini adalah sumbangan yang sangat berharga dalam perayaan Idul Adha di tahun ini untuk rela berkorban, semakin peka melihat kebutuhan orang lain dan hormat serta menghargai hak-hak orang lain.

Semoga makna Idul Adha ini meresap bagi para politisi kita khususnya yang telah mengorbankan kepentingan rakyat demi mencapai kekuasaan dan pengaruh bagi diri sendiri. Sudah hampir dipastikan para politisi kita telah memberikan kurban di Idul Adha ini berupa ternak, karena pada umumnya politisi kita sangat religius dan secara formal melakukan perintah agama. Semoga bukan sekedar mengurbankan ternak atau memberi daging ternak untuk dibagi bagi fakir, tetapi menghidupi makna berqurban dengan merelakan apa yang menjadi hak pribadi dipersembahkan dan direlakan demi kepentingan rakyat. Jika ini terjadi maka agama benar-benar telah berfungsi mentransformasi kehidupan penganutnya.


KISAH SEDIH KEBUN ANGGUR; Benih Pilihan Berbuah Asam

KISAH SEDIH KEBUN ANGGUR: Benih Pilihan Berbuah Asam
Kotbah Minggu, 5 Okt 2014
Nats: Nekson M Simanjuntak


Pengantar
Mungkin kita pernah dengar atau baca kisah Malim Kundang, Sampuraga atau kisah si Mardan, cerita-cerita ini adalah kisah yang lupa akan budi baik orang tua, akhirnya kena kutuk. Dalam kejayaannya, mereka melupakan sejarahnya yang pahit hingga meyangkal kebenaran tentang sejarah hidupnya. Mereka malu mengakui ibunya sebagai ibu kandung karena miskin dan jorok, sementara dia telah berkilauan, kaya dan jaya. Ini contoh bentuk durhaka suatu cerita yang hidup yang beŕakhir tragedi menjadi legenda yang hidup di kalangan masyarakat. Sejajar dengan itu kita mengenal pula suatu ungkapan dalam masyarakat: "air susu dibalas dengan tuba". Kebaikan dibalaskan dengan kepahitan bahka kejahatan, Itulah tragedi kemanusiaan yang melupakan kebaikan bahkan meniadakannya dan membalaskannya dengan kejahatan. Kisah seperti ini menjadi legende dan palajaran di kalangan masyarakat sebagai pendidikan agar tidak terulang kisah yang sama, hormat terhadap orang tua, ingat pesan (poda) dan budi baik orang tua serta tetap rendah hati karena kebaikan sekarang adalah produk masa lalu.

Kisah Sedih Kebun Anggur
Kisah sedih semacam itu pula menjadi kotbah yang sangat menggugah hati dalam minggu ini. Yesaya mengutarakan kisah sedih itu dalam bentuk perumpamaan tentang kebun anggur dan pemiliknya. Kisah ini sangat menarik diungkapkan dan penuh haru dan hati yang miris. Lihatlah, pemilik kebun anggur meliliki tanah ysng sangat subur, sudah mempersiapkan benih pilihan, dia mencangkul dan mengolah lahannya dengan baik, mempersiapkan pondok, mendirikan menara penjaga, dan menggali lubang pengolahan anggur, merawat, merumput dan membuat pagar agar terlindung dari pengrusakan binatang buas. Pokoknya semua yang terbaik dilakukannya untuk kebun anggurnya dengan harapan menghasilkan buah anggur yang terbaik. Apa yang terjadi benih pilihan yang terbaik dengan pengolahan dan pemeliharaan yang terbaik berbuah asam. Ini suatu kepedihan, siasia rasanya berlelah, memberi hati dan perhatian yang panjang dan melelahkan. Apa yang terjadi, buah manis yang diharap, yang datang adalah buah masam.

Seandainya kita sebagai pemilik kebun apakah yang akan kita lakukan? Suatu pertanyaan yang membutuhkan jawaban dimana tak ada alasan untuk merawatnya lagi atau menunggu berlama-lama karena buah asam tetaplah asam tak mungkin manis. Langkah yang dilakukan pemilik kebun adalah membiarkannya terlantar atau dengan cepat untuk me-recycle (mendaur ulang) kebun anggurnya. Meninggalkannya dan membiarkan terlantar hingga tumbuh semak diri dan tanaman liar lainnya menghimpit dan membuat mati adalah pilihan yang tidak mungkin karena pemilik sangat sayang pada kebun anggurnya. Hal yang dilakukan adalah menata ulang pengolahannya dan mendaur ulang kebun anggur yang asam dan menanam ulang anggur, memilih benih pilihan , mengolah lagi seperti sejaķ awal. Langkah ini dilakukan karena pemilik kebun sangat sayang pada kebun anggurnya.

Kebun Anggur Adalah Umat Pilihan
Perumpamaan di atas adalah gambaran akan Allah terhadap umat pilihannya Israel. Allah telah memilih dan menetapkan mereka sebagai umat pilihan dan umat kesayanganNya. Allah menuntunnya keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan kokoh, membentuk mereka menjadi umat yang memiliki hukum dan tahu kebenaran dan kehendak Allah. Mereka telah ditetapkan mewarisi Tanah Kanaan, tanah yang subur dan makmur, penuh susu dan madu. Diangkatnya mereka menjadi bangsa yang besar di antara bangsa-bangsa dan segala kemasyurannya yang tiada terbandingi. Apa yang terjadi umat pilihan tidak berkarakter pilihan, mereka jatuh dan berbalik dari Tuhan, berhala, menindas dan tangan mereka berlumuran darah. Dari kepala hingga telapak kaki tak ada yang benar (1,6a). Dosa terstruktur dari raja, rakyat jelata dan gembala atau imam. Dosa umat sudah merah seperti kirmizi atau seperti kain kesumba (1,18). Mungkin sudah Ibarat Sodom dan Gomora yang sudah mesti ditunggangbalikkan oleh Tuhan, namun hanya karena masih ada sedikit orang yang percaya mereka itu tak dihukum seperti Sodom dan Gomora (1,9). Semuanya dosa2 itu dapat kita baca dalam pasal 1-4 dan pasal lainnya dlm kitab Yesaya. Kalau demikian halnya, tentu tinggal menunggu waktu penghukuman tiba. Isi hukuman itu telah diuraikan sebelum nats ini. Hukuman ini bentuk pendauran ulang untuk pemurnian awal. Inilah hukuman pembuangan yang akan dijatuhkan dalam penglihatan Yesaya. Tak ada jalan lain, buah asam dari umat Jehuda dan Yerusalem akan didaur ulang dalam pembuangan. Bagi Yesaya pembuangan adalah permunian umat yang diharapkan umat yang diperbaharui dengan buah yang manis.

Bagi Yesaya gambaran pemurnian ulang ini jelas sejak awal, bahwa pembuangan adalah hukuman atas buah yang asam, pendauran ulang mesti dilakukan untuk menantikan buah anggur yang baik dan manis. Menunggu kebun anggur yang asam berbuah manis adàlah sesuatu yang tidak mungkin dan siasia. Membiarkan terlantar, ditumbuhi semak belukar dan semak berduri atau langkah tukang kebun mengolah ulang kebun anggurnya dari awal merupakan satusatunya pilihan untuk mengharapkan buah anggur manis dan baik.

Beberapa Pendalaman:
1. TUHAN tak tinggal diam atas kebuan anggur yang asam.
Dalam kisah perumpamaan kebun anggur di atas memberikan suatu alasan bahwa Tuhan tidak tinggal diam dan membiarkan kebun anggurnya tetap memproduksikan buah asam. Dia akan bertindak. Kebun anggur Tuhan adalah Israel dan Yehuda, umat kesayangan Tuhan. Sebagai umat pilihanNya Tuhan menantikan keadilan namun mereka berbuahkan penindasan dan kelaliman, menantikan kebenaran namun hanya ada keonaran (ay 7).. inilah buah asam dari umat pilihan. Jika demikian adanya, sama seperti pemilik kebun anggur akan menata ulang kebonnya anggur agar menghasilakn buah yang manis. Demikian Tuhan dengan caranya sendiri akan memurnikan umat pilihanNya agar berbuahkan keadilan dan kebenaran.

2. Buahkanlah yang manis
Seperti tukang kebun mengharapkan buah yang manis, dengan memilih benih yang bagus, mengolah lahan, memelihara dan mempersiapkan segala sesuatu untuk agar kebun anggurnya berbuah manis. Sekalipun dia kecewa karena buah yang dihasilkan kebun anggurnya asam dan terpaksa harus melakukan pengolahan ulang kebun anggurnya untuk mengharapkan buah manis. Demikianlah Tuhan mengharapkan setiap pribadi lepas pribadi menghasilkan buah yang manis. Tuhan tidak menghendaki kita menjadi ranting pohon anggur yang menghasilkan buah yang asam karena kita telah dipilih dan ditetapkan untuk berbuah yang baik dan manis (Yoh 15,16). Kristus sendiri adalah pokok anggur dan kita carangnya, di dalam Kristus kita menghasilkan buah yang manis. Jangan kecewakan Tuhan dengan buah asam dari kehidupan kita.

3. Beri dirimu dibentuk dan diperbaiki.
Kita adalah manusia tidak sempurna, sering ungkapan ini dijadikan melegitimasi dirinya menjadi terbatas. Tidak sedikit menjadi pasrah dan permisif dan menerima dirinya kurang tanpa usaha yang maksimal untuk perubahan atau memperbaharui diri. Menyadari keterbatasan itu baik, karena memang kita manusia terbatas, namun dalam keterbatasan kita itu harus bersedia dirubah dan dibentuk untuk lebih baik. Allah mau bekerja dan turut bekerja untuk memperbaiki hidup agar lebih berbuahkan kebaikan. Seperti tukang kebun yang tidak menyukai anggur yang asam dan akan mengolah ulang kebun anggurnya serta berusaha menanam benih anggur yang baik agar hasilnya lebih baik. Demikianlah kebaikan dalam diri kita, sekalipuñ kebaikan belum berbuah, Allah turut bekerja agar hidup kita berbuahkan kebaikan tentu dengan syarat berkenan berubah dan bersedia diperbaharui oleh Allah.

Kamis, 02 Oktober 2014

PDT NEKSON M SIMANJUNTAK, MTh: Kegilaan Demokrasi Di Masa SBY

PDT NEKSON M SIMANJUNTAK, MTh: Kegilaan Demokrasi Di Masa SBY: Kegilaan Demokrasi Di Masa SBY oleh : Nekson M Simanjuntak Beta rittik artinya ayo gila.....itulah status teman FB yaitu pak Ramlo R Huta...

Kegilaan Demokrasi Di Masa SBY

Kegilaan Demokrasi Di Masa SBY
oleh : Nekson M Simanjuntak

Beta rittik artinya ayo gila.....itulah status teman FB yaitu pak Ramlo R Hutabarat seorang wartawan di sumut dan banyak menulis di koran lokal yg mengkritisi pemerintah di Sumut.

Saya tak habis pikir kok ngajak rittik bapak  ini, tak kukomnen memang, namun setelah sore kemarin betul2 ajakan itu sangat masuk akal. Kegilaan itu merupakan kata yang menunjukkan sungguh makin tak masuk akalnya langkah2 para DPR mengambil kekuasaan dan sikap Pemerintah SBY yang bermsin2 dengan UU Pilkada dan Perpu yang akan diajukannya. Satu presiden mengajukan RUU setalah disahkan mengajukan lagi untuk dibatalkan. Ini suatu kegilaan dlm sejarah demojrasi di Indonesia.

Ceritanya begini.
Pemerintah SBY yang mengajukan RUU Pilkada, oleh DPR mengambil kesempatan ini dengan mensahkannya menjadi pemilihan kepala daerah oleh DPRD tanggal 26 Sept, beberapa hari sebelum periode mereka berakhir di Senayan. Sebenarnya apapun ceritanya penyerahan RUU ini adalah ibarat memberikan palu bagi DPR dan mengambil hak pilih rakyat. Jadi tak usalah kita bicarakan sandiwara demokrat dengan SBY hal itu, yang all out or walkout apalagi dengan pernyataan prihatin dan akan adukan lewat hukum. Yang pasti penyerahan RUU ini adalah penyerahan hak pilih rakyat menjadi palu bagi DPRD.

Menurut ahlinya ditanda tangani atau tidak oleh Presiden, UU Pilkada yg sudah disahkan DPR akan berlaku dengan sendirinya oleh hukum. Apa yang terjadi Kamis, 2 Okt SBY tanda tangani UU Pilkada tak langsung ditandatangani juga dan saat yang sama SBY keluarkan PERPU (peraturan pengganti undang undang) untuk membatalkan apa yang ditandatanganinya. Mungkin benar itulah mekanisme hukumnya untuk membatalkan UU Pilkada, sambil menunggu gerakan dari berbagai lapisan masyarakat akan mengajukan Judicial Review ke MK seperti Perludem dan Kontras dan lapisan masyarakat lainnya.

Apa langkah SBY ini? Menurut saya benarlah pak Ramlo beta rittik, ayo gila...!. Kegilaan itu sungguh benar, kalau toh SBY pro pilihan langsung ada bebrrapa langkah yang bisa dilakukannya, 1. menarik RUU Pilkada pada saat pembahasan, namun tak dilakukan 2. Koalisi pemerintahan lewat setgab toh mayoritas pendukung pemerintah SBY jilid II, namun ini tak dilakukan juga 3 pada saat vooting penetapan RUU bisa intruksikan PD pro pilsung bukan malah walkout. Setelah disahkan, dia teken dan sekarang dia membatalkan apa yang dia teken, apakah ini bukan suatu kegilaan?

Mensahkan RUU Pilkada pada saat yang sama meneken PERPU membatalkan yang diteken yang akan diajukan ke DPR, yang belum tentu disetujui oleh DPR merupakan pekerjaan gila. Kalaupun ini gila karena hukum, yang meneken menjadi gila karena mensahkankan dan membatalkannya pada saat yang bersamaan. Inilah buah dari produk kebijakan sendiri. Dulu saya suka tanyangan Democrazy, kupikir ini cuma lawakan media yang menghibur rupaya menjadi suatu kenyataan yg gila bagi Indonesia. Sungguh #prihatin.com

Sebagai warga, saya masih berharap adalah langkah yang dilakukannoleh anak bangsa ini agar hak pilih rakyat dikembalikan kepada rakyat.

ORANG YANG MENCARI TUHA. AKAN MEMUJI-MUJI NAMAMU

 Kotbah Minggu Kantate, 28 April 2024 Ev. Mazmur 22:26-32 ORANG YANG MENCARI TUHAN AKAN MEMUJI-MUJI NAMAMU Selamat Hari Minggu! Sahabat yang...