Minggu, 12 Agustus 2018

TETAPLAH KRITIS: Catatan Penetapan Cawapres Ma'aruf Amin


TETAPLAH KRITIS:
JANGAN TERLALU MEMUJI NANTI ANDA KECEWA DAN JANGAN MENGHAKIMI SIAPA TAHU ANDA KELIRU...!

Judul diatas sengaja saya buat membaca berbagai respon sahabat Medsos baik di status maupun dikomment, apalagi dengan berbagai artikel menyangkut alasan keputusan Bapak Jokowi dan partai pendukung menetapkan Bapak KH Ma'arif Amin sebagai Calon Wakil Presiden untuk periode kedua.
Jokowi adalah Presiden yang paling melekat dinhati dan  tokoh yang sangat dicintai dan dikagumi oleh rakyat. Beliau menjadi figur dan sekaligus membuka harapan berbangsa bahwa Indonesia itu Hebat, bisa Move On dan bergerak sejajar bahkan melebihi bangsa-bangsa lain yang sudah maju. Programnya OK bingitz kata jaman now, penampilannya sederhana, pribadinya jujur dan tulus serta kelebihan lainnya yang membuat Jokowi selalu dicintai rakyat. Pejabat yang tidak memakai segala ruang dan kesempatan untuk memperkaya diri sendiri. Atas pengalaman 4 tahun ini, berbagai lembaga Survey merilis program Jokowi memuaskan masyarakat dan polling kandidat Presiden selalu membuat Jokowi teratas. Tingginya tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja Jokowi membuat hipotesa siapapun pendamping Jokowi akan menang dalam Pilpres 2019.
Benarkah Hipotesa itu setelah menetapkan KH Ma'aruf Amin? Setidaknya saya lihat ada tiga arus yang berkembang.
Pertama: pemilihan ini dianggap sangat brillian dan hebat, Jokowi menyentuh paling substansial masalah yang dihadapi bangsa ini, yaitu nasionalisme yang agamis.  Dalam sejarahnya Indonesia, masalah Nasionalisme dan Agama menjadi kebijakan yang merepotkan bangsa. Setiap ada progres pembangunan selalu bersentuhan dengan issu Agama. Zaman Bung Karno ada Nasakom, Suharto berhasil mendaratkan Pancasila dan UUD menjadi azas tunggal dalam bermasyarakat namun disayangkan karena menjadi tafsir tunggal dan mentabukan issu SARA. Paskah Reformasi issu nasionalisme dan agama kembali mencuat beberapa Istilah muncul "repainting Pancasila", program Bapak Taufik Kiemas 4 Pilar membangun bangsa: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Namun semuanya itu tetap juga ada gesekan dengan issu Agama. Pilkada 2018 membuktikan issu agama masih dagangan yang laku dalam meraih keuntungan politik. Atas dasar pertimbangan itulah dilihat bahwa penetapan Bapak KH Ma'aruf Amin menjadi strategi yang paling mendasar menyelamatkan bangsa Indonesia dari issu agama.
Pujian terhadap pemilihan itu dari segi pandangan diatas tentu dapat diterima jika potensi yang dimiliki Cawapres KH Ma'aruf Amin dapat diabdikan dan kembangkan meredam issu konflik dengan meluruskan pemahaman-pemahaman yang lurus dari agama yang nasionalis demi pembangunan bangsa. Peran agama menjadi strategis dalam wujud pembangunan bangsa. Pemerintah diharapkan menjadi inisiator dalam berbagai diskusi kerjasam berbagai lembaga agama dalam bingkai kebhinnekaan. Dialog yang dibangun berbagai kegiatan interfidei dirasakan kurang optimal dapat menjadi program yang sangat baik pada periode kedua Jokowi-Amin.
Kedua: kecewa dan abstain! Ada beberapa pandangan yang kecewa atas pilihan Jokowi, menilai pesimis dan menyatakan abstain atas Pilpres ke depan setelah menetapkan KH Ma'aruf Amin sebagai Cawapres. Kekecewaan itu tentu didasari peran Bpk KH Maaruf Amin  sebagai ketua MUI menerbitkan fatwa MUI yang menyuburkan intoleran,  ikut dalam gerakan 212 dan bahkan telah terbentuk GNPF yang sangat membuat traumatik bagi kaum nasionalis yang mengharapkan menjadi pimimpin publik tanpa membedakan ras dan agama.  Penetapan KH Ma'aruf Amin sebagai Cawapres Jokowi membuat sebagaian berpikir lain untuk pilpres 2019 bahkan spontan akan abstain. Pandangan ini setidaknya menjadi warning juga bagi Bapak Jokowi bahwa penetapan Cawapres. Bukan saja itu, ada juga pendukung Mahfud MD yang sekalipun beliau sudah sampaikan sekalipun kaget namun tidak kecewa dengan keputusan Bapak Jokowi. Ada sesuatu yang menjadi membuat orang mengganjal di hati untuk Jokowi di Pilpres 2019. Riak-riak ini bisa menjadi butiran yang terus mengkristal yang dapat dipakai oleh  lawan politik Jokowi dalam Pilpres 2019.
Ketiga: Tetaplah Kritis!
Menurut saya jalan ketiga ini pilihan Jokowi ini membuat masyarakat harus tetap Kritis bahwa Jokowi adalah Produk Politik. Dalam keadaan tersanjung pun atas tokoh yang kita idolakan dalam jabatan politik, dia adalah tetap realitas politik. Penetapan cawapres ini jiluga demikian sebagai produk kebijakan dan kesepakatan politik. Politik tidak akan pernah terlepas dari kepentingan.
Jokowi adalah produk politik, diusung dan didukung partai politik karena demikian sistem politik yang ada. Sebagai produk politik maka sikap kritis harus dipelihara demi mengawal tujuan dan cita-cita bangsa dan bernegara. Sekalipun Jokowi dekat di hati bukan berarti  buta sehingga apa saja yang dilakukannnya baik adanya. Demikian sebaliknga siapa pun bisa saja bisa kecewa namun jangan karena kecewa lebih memperparah keadaan.
Menurut saya jangan telalu menyanjung karena kelak anda bisa kecewa, jangan menghakimi terlalu dini karena bisa jadi anda keliru yang memperburuk keadaan.
Apapun alasan kebijakan Jokowi menetapkan Bapak KH Ma'aruf Amin sebagai Cawapres, bagi saya berdoa untuk beliau terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI di 2019 melanjutkan program Nawacita jilid II.
Tuhan Memberkati
Salam
#Nekson M Simanjuntak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEBAHAGIAAN ORANG BENAR

  Kotbah Minggu Exaudi Minggu, 12 Mei 2024 Ev. Mazmur 1:1-6 KEBAHAGIAAN ORANG BENAR Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati, kotbah ming...