Sabtu, 08 Desember 2018


Kotbah Minggu Advent II: 9 Feb 2018
Nats: 1 Petrus 1:11-12

*MILIKILAH CARA HIDUP YANG BAIK*
Beradvent Dalam Masyarakat Majemuk Refleksi Kotbah 1 Petrus 2:11-12
Selamat Advent! Sahabat yang baik hati, kotbah minggu ini memberikan nasihat bagi kita agar memiliki cara hidup yang baik. Suatu anjuran dari Rasul Petrus sebagai etiket hidup gereja mula-mula. Sebagai orang pendatang harus menyadari diri hidup di tengah-tengah masyarakat Majemuk.
*Gereja dan Benturan Budaya*
Cara hidup yang baik dalam kehidupan sehari-hari lazim disebut “etiket hidup”. Etiket  hidup yang baik pasti disukai oleh setiap orang karena didalamnya ada tutur kata yang baik, kesopanan, rasa hormat dan memancarkan nilai-nilai yang positip dari dalam diri seseorang. Etiket hidup tidak lahir tiba-tiba (instan) tetapi terbentuk proses kebiasaan yang baik. Etiket hidup tidak bisa dibuat-buat, jika pun orang berpura-pura atau bersandiwara waktunya akan ketahuan dan terbuka. Cara hidup yang instan pasti tak bertahan, tetapi Etiket Hidup yang baik lahir dari kebiasaan baik. Pentingnya Gereja memelihara Etiket hidup yang baik bertujuan agar menjaga diri dari benturan budaya.
Budaya adalah tradisi manusia yang turun temurun, dan tradisi itu bisa berbeda-beda dalam setiap komunitas yang berbeda. Dalam studi budaya klasik, ada yang  disebut dengan budaya tinggi; budaya yang baku terpelihara dari kebiasaan kaum bangsawan. Seluruhnya cara hidup mereka tertata dengan baik dari berpakaian, berjalan, tatapan mata dll. Kebiasaaan itu juga terpancar dalam kehidupan sehari-hari,  acara formal atau acara resmi, menari di pesta (dansa), pemakaian symbol dan gerak tubuh memiliki makna tertentu. Budaya tinggi ini terlatih dan terbiasa bagi setiap orang bangsawan atau suatu komunitas yang ketat pada suatu tradisi.  Jika dilanggar dianggap tidak beradab atau tak berbudaya. Dalam persinggungannya dengan budaya lain budaya tinggi ini sangat kuatir terhadap pengaruh budaya asing, bahkan budaya asing atau luar dianggap kurang baik, sering dianggap sebagai ancaman yang merusak. Budaya tinggi sangat sulit menerima budaya lain karena dianggap kurang berbudaya.
Studi budaya klasik yang kaku tersebut berbeda dengan Budaya Pop (budaya popular), studi ini disebut dengan budaya massa atau budaya selera. Apa yang disukai orang banyak menjadi kebiasaan yang umum diterima. Pop culture ini seturut dengan perkembangan zaman, pengaruh media masa, sehingga tidak ada batas-batas class social di tengah-tengah masyarakat. Dalam satu group social media tidak ada pembedaan strata pendidikan, suku, ras, agama, dan pemisah lainnya, semuanya memiliki kebebasan. Tetapi harus kita ingat dalam kebebasan individu inilah kadang orang tersandung dan secara tidak kita sadari mencerminkan cara hidup kita yang diamati dan dinilai oleh orang.
Bagaimana orang Kristen hidup dalam budaya tinggi yang kaku sebagaimana dijelaskan diatas? Ataukah akan larut seturut dengan arus jaman dan mengikuti selera budaya massa atau pop cultural? Kotbah minggu 1 Petrus 2:11-12 memberikan pengajaran berharga, yakni:
*Jemaat Majemuk dan Hidup Di Tengah Masyarakat Majemuk*
Beradvent  berarti menunggu dan menantikan Tuhan dengan cara hidup yang baik atau hidup beretiket sadar dalam kemajemukan ganda. Gereja adalah persekutuan masyarakat yang majemuk dan tinggal pula di tengah-tengah masyarakat majemuk. Atas dasar inilah rasul Petrus mengingatkan jemaat mula-mula agar memelihara cara hidup yang baik.  Cara hidup yang beretiket ini dituntut dari kenyataan bahwa jemaat mula-mula adalah majemuk, datang dari berbagai suku bangsa dan tradisi yang berbeda, dan mereka hidup di konteks masyarakat yang majemuk pula. Ajaran para rasul menjadi dasar penting yang dapat dikembangkan bagi jemaat agar memiliki cara hidup yang baik, yaitu hidup di dalam kasih. Kasih adalah nilai tertinggi dalam kehidupan umat manusia, yang didalamnya ada pengorbanan, hormat dan peduli terhadap orang lain. Jadi semakin kuatnya jemaat hidup di dalam etiket yang baik, itu merupakan cerminan dari semakin tingginya penghayatan akan nilai-nilai Kristiani yang terdapat dalam Alkitab. Paulus sendiri dalam 1 Kor 12:31 mengatakan bahwa kasih adalah jalan  yang paling utama di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat. Inilah alasan Paulus menjelaskan arti kasih dalam 1 Kor 13:1dyb.
Etiket baik lahir dari kesadaran bahwa gereja mula-mula adalah majemuk. Semula memang jemaat yang percaya kepada Tuhan Yesus berasal dari kalangan Yahudi. Namun dalam Kis 9:15 Pertobatan Paulus ditetapkan menjadi Pemberita Injil kepada Non Yahudi (“kepada bangsa-bangsa lain, raja-raja dan orang-orang Israel”). Gereja mula-mula adalah hasil pemberitaan Petrus dkk dan hasil pemberitaan Paulus dan timnya membentuk jemaat-jemaat yang tersebar mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria sampai ke ujung bumi.  Jemaat Kristen Mula-mula yang terdiri dari Yahudi dan non Yahudi, mereka datang dari berbagai kalangan bawah. Mereka umumnya adalah hamba, pekerja kasar dan pendatang di berbagai kota. Sekalipun demikian tidak sedikit di antara orang Kristen dari kalangan pejabat militer (Kornelius, Kis 10), pedagang Kain bernama Lidya( Kisah 16:40), pejabat pemerintah bernama Theofilus (Luk 1:1) dan orang terpandang di tengah-tengah masyarakat (Orang Tua Timoteus, Filemon, Publius) dll. Tentu latar belakang yang berbeda-beda dari setiap jemaat mewajibkan setiap orang percaya menyadari diri hidup dalam masyarakat majemuk. Kasus-kasus yang timbul di jemaat yang dihadapi Paulus banyak membahas bagaimana bersikap terhadap perbedaan (Korintus, Roma, Filipi, Koloses dll).
Kesadaran kedua adalah jemaat menyadari bahwa mereka hidup dalam masyarakat yang majemuk. Dengan demikian seorang Kristen harus memahami masyarakat setempat, kebiasaaan kaum Yahudi dan Orang Romawi dan kebiasaan mereka yang hidup dari pengaruh budaya Hellenisme. Inilah urgentnya Rasul Petrus memberikan nasihat kepada jemaat mula-mula agar memiliki cara hidup yang baik agar tidak menjadi batu sandungan bagi banyak orang. Disini jemaat mula-mula dibekali agar memiliki sikap “Cross Culture” yang baik. Faktanya setiap orang pasti menjungjung tinggi budayanya, kebiasaannya namun gereja mula-mula sudah dibekali untuk menghargai orang lain, cara hidup kita jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Clash social (benturan sosial) sering terjadi ketika suatu tradisi dipaksakan bagi orang lain. Pengalaman ini juga terjadi dalam gereja Batak khususnya HKBP dalamnya pemahaman terhadap “sileban”. Di bawah tahun 1970an misalnya tidak sedikit orang Batak yang merantau merasa terasing karena menikah dengan perempuan non Batak yang dicajam itu disebut “halak sileban” (baca orang asing), akhirnya mereka meninggalkan HKBP dan menjadi jemaat teras di gereja-gereja berbasis nasional.
Kotbah ini mengingatkan orang Kristen di Advent ini hidup di dlaam masyarakat majemuk, yang semakin mendorong kita menerima dan menghargai saudara yang berbeda budaya, tradisi dan kebiasaan sebagai saudara di dalam Kristis serta memperlakukan mereka dengan baik.
*Cara hidup Yang Baik: menyadari diri sebagai pendatang dan perantau*
Mengenal diri dengan menanyakan: siapa aku (who am I), suatu pertanyaan yang harus terus menerus kita pertanyakan di dalam diri. Dengan pertanyaan ini, setiap orang mengenal dan menyadari dirinya siapa di hadapan Tuhan dan siapa terhadap sesama. Pengenalan diri sangat penting dengan mengenal diri kita dapat menempatkan diri terhadap orang lain. Petrus dalam nats ini mengingatkan jemaat mula-mula sebagai pendatang dan perantau. Orang asing dan perantau dalam konteks Perjanjian Baru tidak memiliki hak-hak sipil. Sering dicurgai dan dianggap sebagai orang yang memiliki niat jahat. Pendatang biasanya hanya dipekerjakan sebagai hamba, pekerja kasar dan sangat tergantung kepada tuannya. Namun dengan cara hidup yang baik, akan mengundang simpatik dan mereka akan diterima oleh masyarakat.
Alkitab mengajarkan pendatang harus dilindungi (Band Kel 20:10), orang Israel tidak boleh menindas mereka (Kel 22:21, 23:9; Imamat 19:33-34). Sekalipun demikian orang asing sering dianggap sebagai pembawa berhala (Yes 2:6-8), dilarang menikah dengan orang asing (Neh 13:26-27; Ezra 9-10). Namun di dalam Perjanjian Baru, orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yang hidup didalam satu persekutun bahwa setiap orang bukan lagi sebagai pendatang atau orang asing, tetapi sebagai saudara pewaris kerajaan Allah. Hal ini ditegaskan oleh Paulus: “Demikianlah kamu bukan lagi orang asingdan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah.” (Efesus 2:19). Konsep Perjanjian Baru dengan keselamatan di dalam Yesus Kristus mengubah cara pandang tentang orang asing. Di dalam Kristus semuanya bersaudara dan menjadi satu keluarga Allah.
Perjanjian Baru juga mengingatkan bahwa kita di dunia ini adalah orang asing dan pendatang, karena kewarga negaraan kita adalah di dalam sorga (Baca Filipi 3:20) Dalam Ibrani 11:9-16  mengingatkan bahwa orang percaya diam di tanah orang asing, dan menantikan kota yang yang direncanakan dan dibangun Allah, yaitu kehidupan kekal. “Karena itu di sini kita mempunyai tempat yang tetap; kita mencari kota yang akan datang.” (Ibrani 13:14).
Dari apa yang diingatkan oleh Petrus bahwa kita adalah orang pendatang dan perantau, mengingatkan dua hal, relitas sosial kehadiran di tengah-tengah masyarakat dan realitas theologis bahwa kita adalah orang asing di dunia ini. Kita adalah warga kerajaan Allah yang sedang menunggu kedatangan Yesus Kristus membawa orang percaya ke Yerusalem yang Baru. Selama penantian itu orang Kristen harus hidup melawan keinginan daging tetapi harus memenangkan kehidupan rohaninya (Galatia 5:16).
Dengan pesan rasul Petrus ini gereja selama di dunia ini harus hidup dengan cara hidup yang baik, saling menerima sebagai saudara dan pewaris Kerajaan Allah,  saling menasihati dan menguatkan agar dapat melakukan cara hidup yang baik di tengah-tengah masyarakat.
*Cara Hidup Yang Baik: cara terbaik melawan fitnah*
Jemaat mula-mula banyak memiliki penderitaan, banyak tuduhan dan fitnah terhadap jemaat mula-mula. Ada dua tiga fitnah terburuk yang disampaikan kepada jemaat mula-mula, yaitu; kanibal, amoral dan pemberontak. Tuduhan kanibal karena “meminum darah anak manusia”. Padahal ini adalah Ibadah perjamuan Kudus yang menerima keselamatan dengan memakan roti dan minum anggur untuk mengenang pengorbanan Yesus Kristus di kayu Salib, namun sengaja diplintir oleh orang-orang yang tidak menyukai Kekristenan. Selain itu ada fitnah terhadap gereja mula-mula sebagai komunitas “asusila” karena mereka dalam setiap perjumpaan jemaat ada “cium kudus.” Cium kudus ini berulang ulang kita temukan di dalam PB ( Rom 16:16; 1 Korint 16:20; 2 Korint 13:12), 1 Tes 5:26), 1 Petrus 5:14). Padahal ini adalah ungkapan perasaan adanya kedekatan dalam komunitas, salam dan penghormatan. Hal ketiga adalah kaum Romawi (Herodian) terus mensiasati jemaat mula-mula karena dianggap berkomplotan dengan kaum Zelotis yang membuat pergerakan melawan romawi untuk kemerdekaan Yahudi.
Menghadapi semua fitnah ini, tidak sedikit jumlah orang percaya telah menjadi mati martyr, dikejar, dianiaya bahkan dieksekusi mati tanpa pengadilan baik oleh Pengadialan Agama Yahudi dan oleh Penguasa Romawi. Semua itu adalah penderitaan dan konsekwensi mengikut Yesus. “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat 16:24)
Apakah semua kekuatan orang percaya dalam menghadapi tuduhan dan fitnah semacam itu. Rasul Petrus memberikan nasihat yang berharga, yaitu: Cara hidup yang baik. Fitnah bisa saja berkuasa memutar balikkan fakta, dan menghantarkan orang menderita dan memasukkan ke dalam penjara. Namun kebenaran akan menang atas segala akal busuk, propaganda dan fitnah.
*Penutup*
Minggu Advent ini mengingatkan kita akan cara ber-Advent yakni menantikan Tuhan Yesus dengan cara hidup yang baik; menyadari kepelbagaian dan sadar bahwa persekutuan orang percaya hidup dalam masyarakat yang majemuk.
1.Di masa advent orang percaya harus menyadari kepelbagaian dan kemajemukan. Perbedaan bukanlah suatu hal yang harus diharamkan, namun di dalm perbedaan itu kita diajak untuk saling menghargai orang lain. Dengan pesan ini kita semakin meningkatkan saling menerima, menghargai dan memelihara perdamaian. Hidup demikian akan menjadi terang bagi sekitarnya.
Dalam 1 Petrus 2:17 dikatakan: “Hormatilah semua orang, kasihlah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!
2.Di masa Advent ini, jemaat semakin menyadari bahwa kita orang asing dan pendatang di dunia ini baik dari segi realitas sosial dan juga dari realitas teologis. Dunia ini adalah tempat kita sementara dan di dunia yang sementara ini kita harus memancarkan cara hidup yang baik, penuh damai dan saling menerima sambil menantikan dunia yang baru yang kita nanti-nantikan. Benar apa yang disampaikan oleh Paulus dalam Rom 13:12-13
“Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!
Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.”
3.Kita bergumul dan berhadapan dengan dunia ini, yang tidak menghendaki kehendak Allah. Jangan balaskan cara dunia ini dengan membalaskan kejahatan melawan kejahatan. Tetapi kalahkan kejahatan dengan cara yang hidup yang baik (Band. Rom 12:21). Dengan sikap demikian orang Kristen akan memenangkan segala fitnah dan berbagai ketidak adilan yang dialami oleh orang percaya.
Selamat Advent
Pdt Nekson M Simanjuntak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEBAHAGIAAN ORANG BENAR

  Kotbah Minggu Exaudi Minggu, 12 Mei 2024 Ev. Mazmur 1:1-6 KEBAHAGIAAN ORANG BENAR Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati, kotbah ming...