Kotbah Minggu, 11 Nopember 2018
Nats: Mikha 6:6-8
*MENCARI YANG BERKENAN BAGI TUHAN*
Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati, Kotbah minggu ini menyapa kita agar setiap mengoreksi kehidupan spiritualitas pribadi dan merefleksikan suatu pertanyaan yang mendasar dalam kehidupan religius kita: dengan apakah kita menghadap Tuhan? Dan apakah korban persembahan yang berkenan di hadapan Tuhan? Setidaknya pertanyaan ini bertujuan kepada dua arah: pertama kepada orang yang apatis terhadap kehidupan rohaninya? Kotbah ini menghentakkan agar setiap memulai kehidupan baru: mencari yang berkenan bagi Tuhan. Jika selama ini hidup fokus mencari apa yang penting diri sendiri kini dipanggil memulai hidup yang berpusat kepada Allah.
Sasaran kedua adalah menyapa setiap orang yang mengaku diri beragama dan beribadah kepada Tuhan. Kotbah ini hendak mengoreksi, jangan sampai jatuh pada kesombongan rohani, memggap diri sudah puas dengan perilaku keagamaannya. Jangan pernah beranggapan bahwa sudah layak dihadapan Tuhan karena telah melakukan segala apa yang diperintahkan oleh agama: berdoa, beribadah, memberikan persembahan, ucapan syukur dan perpuluhan. Pandangan seperti inilah yang dikritisi oleh para nabi sampai pada jaman Tuhan Yesus. Keberagamaan bukan ditunjukkan dengan kemampuan memberikan apa yang dituntut agama secara formal tetapi menjadikan agama menjadi gaya hidup (way of life) yang berbuah positip dan berguna bagi orang lain.
Nabi Mikha melihat ada praktek keagamaan yang keliru dalam umat Allah. Seolah dengan memenuhi segala ketentuan agama secara formal: beribadah, berdoa, mempersembahkan kurban, menyampaikan perpuluhan dan jenis kewajiban lainnya secara otomatis telah menjadi berkenan di hadapan Allah. Hal ini sangat keliru; makanya nabi Yesaya, Amos, dan Mikha serta nabi lainnya sanga keras menyuarakan keras praktek formalisme agama. Tuhan tidak dipengaruhi oleh apa yang diberikan, tetapi melihat hati yang tulus dan membuahkan buah-buah baik dalam kehidupan ini.
- Yesaya 1:11 (TB) "Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?" firman TUHAN; "Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai. (Band.Yer 6:20)
- Amos 5:22-23 (TB) Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang.
Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar.
Mengapa Tuhan tidak berkenan atas korban persembahan, doa dan pujian serta ibadah mereka. Tuhan tak menghendaki semua itu karena mereka membawa korban tapi hati mereka jauh, tangan mereka memberikan persembahan namun usai ibadah tangan mereka menindas dan menumpahkan darah serta praktek hidup yang jauh dari Tuhan.
Mikha dalam kotbah ini memberikan tiga hal yang seharusnya kita lakukan sebagai persembahan yang berkenan dihadapan Tuhan:
1. Berlaku adil (baca juga Amos 5:24 (TB) Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir." )
2. Mencintai kesetiaan
(baca juga Wahyu 2:10 (TB) Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan)
3. Hidup dalam kerendahan hati (baca juga Amsal 18:12 (TB) Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan.)
Tentu masih banyak ayat rujukan yang dapat gali dalam melakukan tiga hal diatas dan untuk merangkumkan keempat ini Ada baiknya kita menyanyikan lagu
Buku Ende 49:6
Tung aha ulaning denggan di rohaM? Silehononnami baen las ni rohaM?
Nang sere nang perak ndang pinangidoM Ai roha na ias sambing do lomoM
Dari lagu ini, bukan berarti Tuhan tidak berkenan dengan persembahan yang kita bawa kepada Tuhan, sama sekali tidak. Datalah kepada Tuhan dengan tangan yang berisi tetapi harus disertai dengan hati yang tulus doi hadapan Tuhan dan mempraktekkan hidup ini dengan berlaku adil, setia dan rendah hati.
M.Luther adalah salah satu yang menggumuli secara mendalam pertanyaan judul diatas dan melahirkan reformasi bagi gereja: bagaimana saya layak memperoleh kasih karunia Tuhan? Jawabnya: bukan karena kemampuan kita melakukan hukum Taurat atau budi baik kita kepada Allah. Tetapi kita hidup hanya karena anugerahNya. Anugerah Tuhan membuat kita berkenan kepadaNya.
Sahabatku! Marilah semakin teguh dalam iman dan rendah hati. Tuhan memberkati saudara dengan melimpahkan segala kebaikan dalam hidup saudara. Amin
Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar