Sabtu, 15 Februari 2020

MEMELIHARA PERINTAH TUHAN DENGAN BENAR

Kotbah Minggu Sexagesima, 16 Februari 2020
Nas: Markus 7:1-8

 *MEMELIHARA PERINTAH TUHAN DENGAN BENAR*

 Selamat hari Minggu! Sahabat yang baik hati, ada ungkapan yang sangat menarik memulai kotbah ini menarut anda mana yang benar: "membenarkan yang biasa" atau "membiasakan yang benar"? Tentulah opsi yang kedua bukan? Membiasakan yang benar, itulah seharusnya menjadi 'habit' orang percaya. Membenarkan yang biasa sama saja dengan membiarkan seseorang melakukan sesuatu tanpa menyadari mengapa dan apa tujuan melakukan kebiasaan sehingga ada ketaatan yang buta. Bahkan ketaatan terhadap kebiasan akan membuat orang hidup dalam formalisme, kaku dan kehilangan kreatifitas serta daya cipta seseorang. Membenarkan yang biasa membakukab bahwa kebiasaan adalah kebenaran dan barang siapa melanggarnya akan dianggap dosa dan kejahatan. 

Membenarkan kebiasaan itulah paham yang dilakukan oleh kaum Farisi dan ahli Taurat. Coba anda bayangkan bagaimana seseorang tidak bisa menolong ternak yang jatuh sumur karena taat pada kebiasaan tidak boleh bekerja pada Sabath. Apalagi kebiasaan itu dianggap sebagai pengayatan keagamaan. Pemahaman seperti ini akan membuat agama menjadi kaku, manusia kehilangan daya kreatif dan agama menjadikan manusia untuk menghalalkan yang biasa dan mengharamkan yang tidak biasa yang belum tentu salah. Itulah yang dipraktekkan oleh kaum Farisi, ahli Taurat, termasuk kelompok Saduse, kebiasan agama menjadi alat ukur kebenaran. Sikap demikian akan membuat manusia berorientasi mengerjakan kebiasaan dari kulit luar. Tidak ada lagi paradigma baru, karena dianggap sebagai dosa dan pelanggaran. Maka fungsi agama akan menjadi status quo dan tidak maju. Dalam keadaan demikian agama akan menjadi penjara bagi pemeluknya. Agama seharus membebaakan manusia dari belenggu kehidupan yang munafik dan menuntun orang untuk hidup menurut keyakinan yang hakiki dari dalam bathinnya. Manusia tidak lagi mendalami pemaknaan dirinya di hadapan Tuhan, tetapi semuanya berorientasi pada bertindak dan berperilaku agar dianggap benar menurut kebiasaan. Pada pihak imam atau agamawan menjadi hakim penilai atas perbuatan dan perilaku orang lain benar atau salah, berdosa atau tidak.

 Disinilah kehadiran Yesus mengubah pemahaman Farisi dan Ahli Taurat yang picik dan munafik. Ayat-ayat kitab suci dan kebiasaan menjadi tameng yang menyembunyikan kemunafikan dan menaziskan orang lain. Marilah kita ambil beberapa pelajaran berharga dari kotbah ini:

*1. Transformasi: Yesus hadir untuk membiasakan yang benar.*
Pemahaman keagamaan demikianlah yang diterobos oleh Tuhan Yesus menghadapi kaum Farisi, Ahli Taurat dan Saduse. Yesus hadir melakukan perubahan mindset, keagamaan bukanlah mau membenarkan yang biasa tetapi membiasakan kebenaran. Yesus menegaskan: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat." (Markus 2:27). Artinya peraturan keagamaan itu semestinya hadir untuk menolong manusia menemukan essensi dirinya dihadapan Tuhan yang memberkati. Dengan peraturan keagamaan manusia dapat menolong dan membangun hubungan manusia yang sehat.

 *2. Makan Roti tanpa cuci tangan?* Dalam konteks kotbah Minggu ini, kaum Farisi dan ahli Taurat melihat murid-murid tidak cuci tangan saat mau makan roti. Menurut kebiasaan, jika ada orang pergi ke luar rumah atau ke pasar, maka saat dia kembali ke rumah jika hendak makan roti harus cuci tangan. Hal itu didasari pemikiran siapa tahu dia berjumpa dengan orang yang dianggap nazis, maka agar roti yang hendak dimakan tidak ikut nazis maka seseorang harus cuci tangan. Itulah latar belakangnya sehingga setiap makan roti harus cuci tangan. Disini murid-murid tidak cuci tangan, mungkin juga ada alasan murid-murid tahu apa yang dilakukan sebelumnya yang tak mengharuskan dia cuci tangan. Namun karena dilihat Farisi langsung dinilai najis oleh Farisi.

 *3. Jika ada yang salah kenapa harus menaziskan?* Banyak kebiasan atau adat istiadat Yahudi, namun sangat disayangkan semua itu menjadi ukuran najis atau tidak, berdosa atau tidak berdosa, Tahir atau najis. Semua jadi berpikir dualistik, tidak didasari pikiran kritis. Cara berpikir yang hitam putih membuat manusia melakukan sesuatu bukan lagi atas kesadaran, kebaikan dan manfaat tapi terkungkung di dua pilihan halal atau haram, tahir atau nazis. Markus 7:5 (TB) Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: "Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?" Kaum Farisi sangat provokatif melihat apa yang tidak biasa dilakukan Yahudi pada diri murid-murid. Mereka menyalahkan itu bukan lagi atas dasar pikiran kritis yang membangun, tetapi memang dari awalnya sudah mencari-cari kesalahan Yesus dan para murid-muridnya. Jika sudah sinis, kebaikan yang dilakukan orang pun akan selalu dianggap salah. Bahkan kesalahan sedikit akan membatalkan kebaikan yang sudah banyak dilakukan oleh Tuhan Yesus dan murid-murid. Kata yang dipergunakan Farisi untuk menyalahkan murid adalah nazis. Itu menunjukkan kepada publik bahwa murid-murid adalah orang yang harus dijauhkan, tidak boleh berbaur dengan masyarakat. Orang yang Nazis harus membasuh dirinya dengan membawa kurban penghapusan salah dan datang kepada imam untuk mendapat legitimasi ketahirannya. Itulah sifat Farisi yang untuk mempengaruhi orang banyak menjauhkan diri dari Tuhan Yesus dan murid-muridnya karena mereka adalah kaum yang nazis. Sungguh ironis, dalam praktek kehidupan sehari-hari, praktek semacam itu riskan terjadi. Sesungguhnya bukan kesalahan itu yang disoroti tapi idiologi dibalik menyalahkan itu yang tercapai. 

*4. Yesus hadir membongkar kemunafikan kaum Farisi dan Ahli Taurat.* Markus 7:6 (TB) Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Disini Yesus membongkar kemunafikan Farisi dan ahli Taurat. Mereka berlindung dibalik Taurat, Adat dan kebiasaan. Tetapi sesungguhnya bukan kebenaran itu yang mau ditegakkan, namun kesalahan itu akan menjadi cara jitu untuk mengurangi pengaruh Yesus dihadapan orang banyak. Murid Tuhan Yesus harus meneladani Yesus yang melakukan pembaharuan budi. Yesus melayani, mengampuni dan memaafkan, memperingati dan membebaskan orang dari perbuatannya yang dinilai salah untuk diperbaharui. Itulah tugas pastoral orang percaya. Bukan menguber kesalahan atau istilah jaman now memviralkan kesalahan orang. Namun bagaimana kita mengubah dan memperbaharui orang agar setiap orang menghayati kehendak Allah dalam hidupnya. Yesus melawan pikiran picik kaum Farisi yang mengangkat diri hakim atas apa yang dilakukan oleh orang.

 *Penutup: Filter Socrates*
Baiklah kita membiasakan yang benar bukan membenarkan apa yang biasa. Mari jauhkan sifat munafik seperti orang Farisi dan ahli Taurat, memakai ayat-ayat kitab suci, adat dan kebiasaan untuk menyalahkan orang lain. Apa yang biasa belum tentu benar, kalau pun ada orang yang tidak melakukan apa yang biasa bukan berarti harus dijudge atau divonnis nazis. Mengharamkan orang lain adalah haram bagi orang percaya.

 Zaman now, zaman viral sedikit-sedikit viral: dalam membicarakan, mengomentari dan memviralkan berita. Sebagai murid-murid Tuhan Yesus kita harus tetap berpikir kritis dengan pikiran yang obyektif sehingga kita dapat membedah mana yang baik dan buruk agar dapat membiasakan apa yang benar. Dalam melakukan itu ada baiknya meminjam "filter Socrates" (saringan Socrates). Socrates adalah filsuf yang sangat terkenal, dia menganjurkan sebelum bicara baiklah digunakan tiga saringan ini:
1. Benar, periksa fakta dan kebenarannya. Jika hoaks anda akan menjadi korban kebohongan. Jika kita sudah mengetahui secara benar maka pakailah filter kedua
2. Baik, baiklah itu kita sampaikan? Ada banyak fakta dan kebenaran namun tanyakanlah selalu baik buruknya. Jika itu sudah dinilai dengan baik, maka pakailah filter ketiga
3. Berguna, tanyakanlah berguna atau bermanfaatkah itu untuk membangun kita dan orang lain? Ada banyak yang baik namun belum tentu berguna dalam hidup saya dan anda.

 Selamat hari Minggu, Tuhan memberkati! Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEBAHAGIAAN ORANG BENAR

  Kotbah Minggu Exaudi Minggu, 12 Mei 2024 Ev. Mazmur 1:1-6 KEBAHAGIAAN ORANG BENAR Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati, kotbah ming...