Sabtu, 28 Agustus 2021

TUHAN MENGETAHUI ISI HATIMU

 https://www.facebook.com/216559085082832/posts/6063015577103791/?sfnsn=wiwspmo

KOTBAH MINGGU XIII SETELAH TRINITATIS

Minggu, 29 Agustus 2021

Nas: Markus 7:17-23


*TUHAN MENGETAHUI ISI HATIMU*


Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati, kotbah Minggu ini menegaskan kepada kita bahwa haram tidaknya perbuatan kita bukan ditentukan oleh apa yang kita makan, tetapi niat dan isi hati yang keluar dari diri kita. Niat tulus dan baik akan diberkati namun niat yang jahat membuat kita cemar dan haram dihadapan Tuhan.


*Konteks*

Markus 7:9-23 merupakan dialog Tuhan Yesus dengan ahli Taurat dan Farisi mengenai Perintah Allah dan tradisi Yahudi. Ahli Taurat memahami Taurat secara harafiah, sehingga dipahami sangat kaku. Yesus memahami Taurat ini sebagai suatu kesatuan untuk membangun kehidupan. Itulah sebabnya Yesus mengatakan pemenuhan dari seluruh hukum Taurat dan para nabi adalah mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Yesus menyembuhkan prang pada hati sabath, hal ini di mata para ahli Taurat suatu pelanggaran terhadap Sabath. Makanya Yesus mengatakan Sabath untuk manusia, bukan manusia untuk Sabath.


Sebelum perikop ini para ahli Taurat dan Farisi melihat murid-murid Yesus makan tanpa mencuci tangan dulu, dalam tradisi Yahudi ini suatu hal yang tidak diperbolehkan. Menurut Taurat, sebelum makan harus mencuci tangan dulu, jika tidak demikian maka dianggap najis atau haram. Atas kejadian ini Farisi dan ahli Taurat mengecam Yesus dan murid-muridnya seolah-olah mengabaikan Taurat. Yesus dan murid tidaklah mengabaikan Taurat, justru yang dilihat Yesus demi tradisi para ahli Taurat dan Yahudi mengabaikan Taurat. Atas kecaman ini, Yesus menjawab ahli Taurat dan Farisi. Markus 7:9 (TB) Yesus berkata pula kepada mereka: "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri.


Apa yang disampaikan Yesus terhadap kaum Farisi ini sangat penting kita maknai dalam jaman kita saat ini. Sudah banyak di kalangan kaum beragama memiliki keinginan yang kuat mempelajari kitab suci lain namun bukan mau mendalami agama itu tetapi mencari-cari kesalahan bahkan untuk argumentasi membangun kebencian. Padahal kitab suci sesungguhnya untuk membangun spiritualitas, kitab suci kita jadikan sebagai pedoman dan penopang dalam menjalani kehidupan ini. Kitab suci bagi kaum beragama adalah pelita bagi kaki dan terang dijalan yang kita tempuh. Dengan kitab suci kita menemukan petunjuk Tuhan dalam hidup ini. 


Kita turut prihatin atas penangkapan saudara M Kece dan Yahya Waloni, mereka harus berurusan dengan aparat atas isi ceramahnya. Menurut saya Polisi harus tegas sebagai penegak hukum agar semua tokoh Agama tetap berada pada koridornya masing-masing dan berpedoman pada fondasi agama yang luhur. Setiap harus menghormati hukum dan sama dihadapan hukum. Kita hidup dalam hukum Keberagamaan kita senantiasa mengajarkan rasa hormat pada orang lain dan taat hukum.


Kotbah Minggu ini marilah kita maknai pada hal-hal yang membangun kehidupan kita. Bukan berkutat pada boleh tidak, haram halal atau najis tahirnya sesuatu. Namun bagaimana kehidupan ini dibangun dalam kasih sayang dan ketaatan kepada Tuhan yang melihat hati manusia yang terdalam. Sebagaimana topik Minggu ini, bahwa Tuhan mengetahui isi hati kita yang terdalam. Tuhan bukan hanya melihat apa yang kita lakukan dan ucapkan tetapi mengetahui apa yang kita rencanakan di dalam hati kita. Sepintar apapun manusia menyembunyikan niat, pikiran dan perbuatannya Tuhan mengetahui isi hati kita yang terdalam. 


Dari kotbah Minggu ini, saya pikir kita diingatkan kembali:


*1. Mari memaknai ayat Kitab Suci membangun spiritualitas dan kehidupan*


Apa yang dikemukakan Yesus ini adalah mengecam sikap farisi dan ahli Taurat yang sangat pandai menilai dan mengecam perbuatan seseorang dari kuli luar dan menggunakan ayat-ayat dalam Taurat untuk kepentingan sempit. Ayat dipakai bukan untuk membangun spiritualitas, namun untuk menghakimi dan menyalahkan orang lain. Taurat telah dikerdilkan dengan menghakimi perbuatan orang. Taurat tidak lagi dipahami sebagai peraturan yang menolong manusia memahami kehendak Allah tetapi sebagai beban dan kuk yang memberatkan. Itulah sebabnya mengecam mereka dengan pandai bersilat lidah. Penjelasan Yesus ini hendak memberikan suatu pemahaman bahwa hukum Taurat bukanlah sebagai beban atau alat untuk mengukur hidup seseorang telah berkenan atau tidak di hadapan Allah, najis atau halal apa yang dilakukannya.


Yesus hendak mengembalikan makna Hukum Taurat, makna kitab suci bagi orang yang mempercayainya. Kitab Suci bukankah alat untuk menilai dan menghakimi ornag lain tetapi harus dipahami sebagai pedoman hidup setiap orang. 


Taurat berisi perintah dan larangan. Dengan adanya perintah di dalam kitab suci kita diingatkan bahwa begitu banyak lagi perintah Tuhan yang tidak kita lakukan dalam hidup ini. Jika ada larangan dalam kita suci itu menunjukkan begitu banyaknya dosa dan pelanggaran kita dihadapan Tuhan, karena itu kita harus insaf dan memohon pengampunan dosa. Disinilah pentingnya konsep anugerah. Kita beroleh keselamatan bukan karena perbuatan namun kita hidup karena anugerah Allah di dalam Yesus Kristus.


*2. Hidup ini bukan hal haram dan halal atau najis dan tahir.*


Berkaitan dengan tuduhan najis, karena para murid memakan tanpa mencuci tangan lebih dahulu, Yesus akhirnya memberikan penjelasan yang sesungguhnya tentang apa yang haram atau najis.

Markus 7:14-15 (TB) Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: "Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya."


Memang, menurut tradisi Yahudi sudah ada peraturan tentang makanan: makanan mana yang diperbolehkan dimakan dan mana yang najis bagi Tuhan, termasuk dengan tata cara makannanya dan sebelum makan harus cuci tangan. Namun hal najis bukanlah soal makanan saja, dengan penjelasan ini Yesus menjelaskan bahwa hal najis dan halal lebih menyeluruh. Hal najis bukanlah ansil soal hal makanan, namun secara keseluruhan dalam aktifitas kehidupan. Selengkapnya Yesus menjelaskan :

Markus 7:20-23 (TB) Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya,

sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,

perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.

Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."


Mana lebih najis apakah orang yang tidak cuci tangan sebelum makan? Atau orang yang cuci tangan saat makan namun setelah makan pikirannya dan perbuatannya melakukan berbagai hal yang bertentangan dengan kehendak Allah sebagaimana disebutkan di atas: pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,

perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.

Tentu semua ini jauh lebih najis dan menjijikkan. Beragama bukanlah menentukan haram atau halal namun bagaimana kita menjalani hidup ini dalam etika yang benar di hadapan Tuhan. 


Kotbah ini kembali menanyakan pada diri sendiri. Mari kita lihat ke dalam hati kita masing-masing. Yesus mengetahui apa yang ada di dalam hati manusia. 


*3. Jauhkan sikap Farisisme, jadilah yang bertindak oleh hati nurani.*


Dalam kehidupan sehari-hari pemandangan seperti ini sering kita lihat, sikap farisisme yang menilai orang dari ukuran kaca mata sendiri dan mengecam apa yang tak lajim menurut kita. Mengecam dan mengharamkan apa yang orang lakukan. Farisi menyebutkan ayat Alkitab hanya untuk untuk menjatuhkan orang lain dan menggunakan ayat kitab suci untuk penyaluran sentimen dan kebencian. Peraturan agama janganlah dipakai untuk sasaran kebencian, agama harus dipakai untuk menolong dan menumbuhkan iman. Hal najis, bukanlah ansih hal makanan namun keseluruhan atau totalitas kemanusiaan kita.


Jauhkanlah sikap Farisisme dalam diri kita menganggap diri lebih paham kitab suci dan menggunakan kitab suci menilai dan mengecam orang lain. Kita suci harus kita jadikan sebagai motivasi bagi kita untuk melakukan kebaikan. 


Jadilah motivator yang memotivasi orang bangkit dari kehidupannya kepada yang lebih baik, bukan menjadi provokator yang membakar emosi orang dan ngotot membenarkan kesalahannya.


Jadilah suluh yang bukan melihat kesalahan orang lain, tetapi menjadi kesempatan melihat lebih jelas jalan yang harus kita lalui dalam hidup ini. 


Sahabatku, mari kita jaga dan pelihara hidup kita agar tetap berkenan di hadapan Allah. 


Selamat Hari Minggu! Tuhan memberkati kita semua. 


Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KESATUAN DAN KEPEDULIAN JEMAAT

  Kotbah Minggu III Setelah Ephipanias Minggu, 26 Januari 2025 Ev. 1 Korintus 12:12-20 KESATUAN DAN KEPEDULIAN JEMAAT Selamat Hari Minggu! S...