Sabtu, 10 April 2021

MENOPANG PERSEKUTUAN YANG SALING MENGASIHI

 Kotbah Minggu Quasimodegeniti

Minggu, 11 April 2021

Nas: Kisah Rasul 4:32-37



MENOPANG PERSEKUTUAN DALAM  SALING MENGASIHI


Selamat hari Minggu! Sahabat yang baik hati, ada ungkapan orang Batak mengatakan: "Aek godang aek laut, dos ni roha do sibaen na saut'. Ungkapan ini menjelaskan bahwa saat ada sehati sejiwa apapun dapat dikerjakan dan dicapai. Hal itu berlaku dalam keluarga, pekerjaan, komunitas dan bangkan suatu bangsa.


Dalam pergerakan nasional di Indonesia misalnya  kita mengenal ungkapan: 'bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.' Ungkapan ini merupakan pengalaman real bangsa Indonesia, saat tercerai berai tidak ada kekuatan masyarakat Indonesia melawan penjajah. Namun saat bersatu dalam barisan nasionalisme maka pergerakan semakin kuat menghantarkan bangsa Indonesia ke gerbang pintu kemerdekaan. 


Dos ni roha berarti sehati sepikir atau sehati sejiwa adalah kekuatan dalam persekutuan (komunitas masyarakat), dimana setiap individu dapat bekerjasama dan berkontribusi untuk membangun persekutuan. Hal semacam inilah yang terjadi pada gereja mula-mula. Mereka yang menerima Injil dari pemberitaan para rasul dan percaya kepada Yesus Kristus  sebagai Yuruselamat hidup dalam sehati sejiwa. Keunggulan sejati sejiwa ini menjadi kekuatan besar dalam melaksanakan Missi pemberitaan Injil. Pola hidup demikian juga menjadi magnetik yang kuat menarik orang untuk menjadi bagian dari komunitas ornag percaya. 


Dalam dunia yang semakin menekankan kehidupan yang individual disapa oleh kotbah ini untuk memaknai hidup yang kommunal. Kita tidak dapat hidup tanpa topangan orang lain. Bahkan gereja mendorong setiap orang untuk hidup dalam persekutuan yang saling memperhatikan dan saling mengasihi. Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil untuk memberitakan perbuatan Allah yang besar di tengah-tengah dunia ini. 


Sehati sepikir merupakan karakter gereja mula-mula disebutkan dalam Kisah Para Rasul 4:32 (TB)  Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. 


1. Sehati sejiwa: kekuatan gereja mula-mula.

Sehati sepikir berarti 'satu untuk semua dan semua unta satu'. Setiap pribadi mempersembahkan hidupnya untuk menopang semua anggota persekutuan dan semua milik persekutuan adalah milik kepunyaan bersama untuk kesejahteraan setiap pribadi anggota persekutuan. Mereka saling memperhatikan antara yang satu dengan lainnya. Setiap anggota jemaat mempersembahkan miliknya menjadi milik bersama. 


Pola hidup gereja mula-mula demikian disebut dengan 'communion'.  Mereka membentuk suatu persekutuan atau komunitas sehati sejiwa.  Apa yang dimiliki seseorang adalah milik semua jemaat. 


Dihadapan para rasul mereka mempersembahkan apa yang ada padanya diberikan  kepada jemaat untuk menopang persekutuan. Hidup demikian tak membuat mereka berkekurangan, justru berkelimpahan dan para rasul semakin kuat dalam memberitakan Injil. Dikatakan dalam Kisah Para Rasul 4:33 (TB)  Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.


Kesatuan jemaat dan pola hidup yang sehati sejiwa menjadi kekuatan yang sar melakukan pekerjaan pemberitaan Injil Yesus Kristus. Hidup sehati sejiwa membuat komunitas ini semakin dicintai oleh orang dan semakin banyak pula yang menerima Yesus Kristus sebagai Yuruselamat. 


2. Saling peduli dan jaminan hidup menghadapi penganiayaan. 


Di dalam persekutuan jemaat mula-mula semua orang saling memperhatikan sesamanya dan mereka menjadi satu keluarga yang bekerja untuk menopang semua anggota persekutuan. Pola hidup demikian sangat menopang penyebaran kekristenan, sekalipun ada yang ditangkap, dipenjarakan,  dikejar dan dianiaya namun semua jemaat menjadi pendoa dan menopang baginya. Pola hidup demikian pula menjadi jaminan hidup anggota keluarga korban penganiayaan dan pengejaran.


Gereja mula-mula hidup dalam penderitaan, mereka menerima penganiayaan dan pengejaran.  Tidak ada kepastian apakah besok masih hidup atau harus ditahan di penjara atau bahkan harus dibakar hidup-hidup di jalanan sebagai martyr. Namun mereka menjadi kuat dan saling meneguhkan yang satu dengan yang lain bahwa akan ada komunitas yang akan mengurus keluarga dan anak-anak mereka. 


Pola hidup jemaat yang demikian membuat orang saling peduli yang satu dengan yang lain. Apa yang terjadi kepada salah seorang anggota persekutuan adalah peristiwa yang harus ditanggung bersama oleh persekutuan. 


3. Persembahan yang tulus.

Dalam kotbah ini disinggung seorang yang bernama Yusuf, dia Yahudi perantau berasal dari Pulau Siprus namun telah menerima Yesus sebagai Yuruselamat. Dia menjual ladang miliknya dan di hadapan rasul dia mempersembahkan miliknya itu untuk menopang persekutuan jemaat. Perbuatannya telah menjadi kotbah dan teladan yang tercatat dalam Alkitab. 


Dalam studi ekonomi, pola hidup jemaat ini sering dijadikan dasar dalam membentuk koperasi. Ide dasarnya hampir sama masing-masing anggota menopang sesama anggota sumpan pinjam. Namun koperasi tentu dibangun diatas dasar pemgelolaan bisnis dan saling percaya dan dalam bentuk simpan pinjam yang saling menguntungkan. Namun pola hidup jemaat ini adalah totali bentuk persembahan; masing-masing mempersembahkan apa yang ada padanya menjadi milik semua dan semua menjadi satu keluarga, satu kepemilikan dan satu jiwa dalam menjalani hidup.


Memang ada kasus satu keluarga yang tidak dengan tulus memberikan miliknya untuk milik bersama, yakni Ananias dan Sapira (Baca Kisah 5:1dyb).  Mereka berbohong dihadapan para rasul dan akhirnya mati seketika. Peristiwa Ananias ini menjadi pelajaran bagi gereja mula-mula bahwa hidup persekutuan yang mempersembahkan milik kepunyaannya menjadi milik jemaat harus benar-benar ikhlas dan tulus. 


Pola hidup communion sebagaimana pada jemaat mula-mula tentulah sulit untuk diterapkan masa kini. Setiap orang (pribadi atau keluarga) memiliki hak untuk mengelola kehidupannya sendiri. Namun prinsip kebersamaan, peduli orang lain dan saling menopang yang satu dengan yang lain sangat penting untuk dikembangkan.  Jika gereja mula-mula dapat mempersembahkan apa yang ada pada mereka menopang persekutuan. Maka prinsip yang sama dapat juga kita lakukan apa yang ada pada kita dapat dipersembahkan untuk menopang sesama. Prinsip seperti itu mutlak menjadi prinsip hidup kita. 


Itulah makna tubuh Kristus, hidup di dalam satu persekutuan bahwa apa yang dialami oleh salah salah anggota adalah pengalaman semua. Sama seperti anggota tubuh kita, jika kaki tersandung maka seluruh anggota tubuh akan merasakannya. 


Sahabat yang baik hati, kiranya firman Tuhan hari ini semakin menyentuh hati kita untuk lebih peduli terhadap sesama. Orang percaya yang hidup di dalam persekutuan orang Kudus harus tinggal di dalam kasih  Mari berlomba untuk berbuat kasih, menolong dan menopang persekutuan dan dalam komunitas masing-masing. Baik dalam persekutuan dalam keluarga, persekutuan dalam jemaat (gereja) dan persekutuan dalam masyarakat maupun lingkungan kerja. Inilah ciri pribadi orang percaya mempersembahkan hidup untuk menopang sesama dalam kasih. Tuhan memberkati!


Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TETAPLAH PERCAYA, SETIA DAN LAKUKAN YANG BAIK

REFLEKSI AKHIR TAHUN 2024 DAN MENYONGSONG TAHUN 2025 (Kotbah Ibadah Malam Akhir Tahun 2024) Ev. Mazmur 37:1-11 *TETAP PERCAYA, SETIA DAN LAK...