Kotbah Minggu III Setelah Trinitatis
Minggu, 22 Januari 2023
Nas: 1 Korintus 1:10-18
KEKUATAN ALLAH YANG MENYELAMATKAN
Selamat hari minggu! Sahabat yang baik hati: "bersama kita bisa,", demikian semboyan yang sering kita dengar tentang dahsyatnya kebersamaan. Hal itu telah dibuktikan dalam sejarah perjuangan Indonesia dengan semboyan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Masyarakat Indonesia tidak dapat meraih kemerdekaannnya tanpa persatuan dan kesatuan.
Masyarakat Batak memahami bahwa kebersamaan adalah kekuatan yang besar, hal itu diungkapkan dalam "aek godang aek laut, dos ni roha sibaen na saut" (dos ninroha berarti seia sekata hal itu membuat pekerjaan seberat apapun dapat selesai). Satu lagi ungkapan: "tampakna do tajomna rim ni tahi do gogona" (kebersamaan adalah ketajaman dan kekuatan serta pelerjaan menjadi ringan). Tentu masih banyak lagi ungkapan yang dapat kita temukan untuk menjelaskan bahwa kebersamaan adalah kekuatan yang sangat besar.
Sebaliknya lawan kebersamaan adalah perpecahan. Dalam suatu komunitas sosial jika mereka tercerai berai atau terpecah belah akan rapuh, sulit bekerjasama dan akan saling menjatuhkan. Masing-masing kelompok membangun ego, menggangap diri lebih baik dari yang lain dan saling mencurigai yang satu dengan lainnya. Akhirnya apapun rencana baik akan selalu dicurigai dan akan dipatahkan kelompok lain.
Paulus dalam Jemaat Korintus menasihati jemaat yang hidup dalam sentimen kelompok yang tidak membangun. Jemaat Korintus telah sampai kepada gerbang perpecahan. Persekutuan jemaat terpecah belah kepada kelompok masing masing yang mengidolakan pemberita Injil. Ada kelompok Paulus, Kelompok Apolos dan kelompok Kefas. Dalam kelompok tersebut mereka membangun fanatisme masing-masing, ada yang sudah membandingkan yang satu dengan yang lain, mengembangkan kelompok diri lebih utama dari yang lain. Akhirnya tertanam menyombongkan diri dan merendahkan kelompok lain. Padahal mereka satu gereja, ibadah yang sama dan hidup dalam satu persekutuan yang sama yaitu jemaat Korintus. Keterpecahan demikian tidak mencerminkan persekutuan gerejawi. Persekutuan gerejawi harus satu yang dibangun di atas Kristus (baca 1 Kor 3:11).
Dalam kotbah minggu ini, Paulus menekankan bahwa kebersamaan dalam persekutuan gereja adalah keharusan, karena gereja adalah tubuh Kristus. Sekalipun ada banyak hal yang dapat dijadikan perbedaan antara yang satu dengan yang lain, namun perbedaan dipersatukan di dalam Kristus. Gereja dibangun diatas satu landasan iman dan gereja ada untuk satu tujuan pemberitaan Injil sebagaimana amanat Tuhan Yesus kepada rasul.
Dalam kotbah minggu ini diingatkan jika jemaat terpecah belah dan hidup dalam kelompok-kelompok yang menekankan ego sektoral bukanlah cerminanan gereja. Perpecahan hanya akan merugikan jemaat itu sendiri. Seperti tubuh yang tercabik-cabik. Bagi Paulus gereja adalah tubuh Kristus, semua anggota tubuh yang berbeda adalah satu kesatuan yang utuh yang diperintah oleh kepala. Demikian gereja ada banyak anggota yang berbeda tugas dan fungsi namun satu kesatuan yang utuh dan Kristus sebagai kepala gereja.
Kesatuan dan kebersamaan dalam persekutuan jemaat akan menjadi kekuatan yang besar dalam melaksanakan missi gereja. Semakin erat bersatu semakin banyak pula yang dapat dikerjakan. Kesatuan dan kebersamaan dalam jemaat menyadarkan kita akan arti kepedulian, apa yang terjadi dalam satu anggota tubuh turut dirasakan oleh semua. Jika anggota tubuh yang satu sakit maka seluruh tubuh akan merasakannya. Sebaliknya keterpecahan akan membuat gereja tidak berdaya menjalankan missi. Sentimen yang menonjolkan fanatisme kelompok hanya berupa kesombongan yang membawa kehancuran dan tidak adanya kepedulian. Akhirnya amanat missi agung yang diterima oleh gereja tidak dapat dilaksanakan.
Dengan demikian, baiklah kita ambil pesan Firman Tuhan dalam kotbah minggu ini dalam jehidupan kita.
1. Seia sekata, erat bersatu dan sehati sepikir
1 Korintus 1:10 (TB) Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir.
Perbedaan akan selalu ada karena memang Allah menciptakan manusia dan ciptaannya berbeda. Dalam satu keluarga saja, satu ayah, dikandung dan dilahirkan dari ibu yang sama mereka pasti berbeda. Demikian juga dalam masyarakat, dalam lingkungan kerja dan dalam.persekutuan jemaat. Perbwdaan jangan dijadikan sumber perpecahan, namun harus menjadi sumber keberagaman. Beragam membuat kaya karena apa yang ada pada orang lain belum tentu ada pada kita. Biarlah keunikan masing-masing menjadi sumber kekayaan dalam persekutuan gereja.
Tantangan pasti ada, namun manusia diberi karunia yang melimpah. Manusia diberi akal untuk berpikir dan memahami pikiran orang lain. Selain itu manusia memiliki hati, di dalam hati setiap orang mampu menimbang apa yang baik dan buruk dan mengelola perasaan orang lain sehingga akan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Akal dan hati manusia yang digerakkan oleh kebersamaan membuat manusia mampu seia sekata, erat bersatu dalam mengemban tugas gerejawi serta sehati sepikir dalam melihat visi bersama.
Paulus merakit kebersamaan di dalam Korintus dengan suatu sintesa. Paulus mengelaborasi semua kelompok berharga karena Kristus bahwa yang satu dengan yang lain sangat berharga dan ada kesinambungan. Paulus menabur, Apolos menyiram namun Kristuslah yang memberikan pertumbuhan.
1 Korintus 3:6-8 (TB) Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan.
Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan.
Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri.
Kesatuan dan kebersamaan membuat kita semua berharga dimata Tuhan.
2. Tugas: memberitakan Injil
1 Korintus 1:17 (TB) Sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil; dan itu pun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia.
Untuk apa kita bergereja? Pertanyaan ini ditanyakan oleh Paulus untuk mengetuk hati yang menonjolkan fanatisme kelompok. Apakah untuk membanggakan diri atau membangun tembok pemisah antara kelompok yang satu dengan yang lain?
Paulus menegaskan bahwa Kristus hadir untuk satu missi yaitu mewartakan kabar baik. Kita yang telah menerima keselamatan diberi amanat untuk mewartakan kabar baik kepada semua orang, ke segala bangsa, ke seluruh ciptaan dari Yerusalem sampai ke ujung bumi (Matius 28:18-20, Markus 16:15 dan Kisa 1:8)
Dengan menekankan tugas gereja memberitakan InjilPaulus hendak menyapa, jemaat yang berkonflik di Korint bahwa Injil tidak boleh hanya berhenti di Korintus tetapi oleh jemaat Korintus Injil harus menyebar sampai ke ujung bumi.
Tugas gereja bukan mengagungkan baptisan Apollos, atau pengajaran Paulus atau peraturan Kefas. Gereja harus memberitakan kabar baik bagi semua orang.
Disini Paukus hendak menekankan bahwa Gereja harus beranjak dari *Kristen doktrinal* kepada *Kristen praxis*. Gereja memang harus didasarkan pada ajaran Alkitab, yang tidak bertentangan dengan Injil. Gereja harus dibangun dalam rumusan iman yang benar berdasarkan alkitab. Namun gereja *Gereja yang doktrinal* adalah gereja yang hanya menekankan pada doktrin-doktrin atau ajaran-ajaran, dan rumusan-rumusan atau formula-formula konfessi dan membuat orang hidup bergereja yang kaku. Paulus disini menyinggung soal baptisan. Gereja bisa berdebat tentang arti baptisan apakah dioercik atau diselam, baptis anak atau baptis dewasa. Semuanya bisa membangun dasar-dasar alkitabnya teyapi kalau dasar pemikiran berbeda apakah harus menyesatkan yang satu dengan lainnya? Bagi Paulus tujuan baptisan dalam praktek hidup orang beriman jauh lebih penting.
Itukah sebabnya Paulus menekankan gereja harus melakukan tugas pemberitaan Injil. Disini Paulus menekankan *Gereja yang praxis*. Gereja praxis adalah gereja yang mewartakan perbuatan dan kasih di tengah-tengah dunia yang bergumul. Gereja ikut terlibat dalam missi, gereja ikut berjuang membebaskan jemaat dari berbagai penderitaan yang mereka alami di dunia ini.
3. Injil kekuatan Allah yang menyelamatkan.
1 Korintus 1:18 (TB) Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.
Paulus dalam ayat 18 kembali menyoroti perbedaan yang tajam di antara kelompok-kelompok yang ada di Korint. Perbedaan mereka bukan hanya latar belakang pemberita Injil hang mereka tonjolkan, tetapi juga latar belakang sosial mereka karena jemaat korintus ada yang berlatar belakang Yahudi, ada Yunani dan mungkin suku bangsa lain sebagai perantau di Korint.
*a. Yunani: mencari hikmat dunia*
Bagi kalangan Yunani salib adalah kebodohan, bagaimana seseorang mau rela mati demi orang lain? Kaum Yunani adalah tipe orang yang mengagungkan pengetahuan. Telah banyak lahir pemikir-pemikir besar dari kalangan Yunani. Bukan hanya ahli filsafat, tetapi memang mereka ahli berpidato meyampaikan gagasan yang dapat diterima akal. Pintar menyampaikan ide yang mempesona dan mempengaruhi orang banyak. Maka bagi mereka dari ilmu pengetahuan sungguh tak masuk akal salib sebagai jalan keselamatan. Itu merupakan suatu kebodohan. Bagaimana mungkin orang memperoleh keselamatan dari seseorang yang tidak dapat menyelamatkan diri dari kayu salib. Maka bodohlah orang yang mempercayai hal semacam itu.
Paulus memberikan pemikiran yang sangat menarik juga yang cerdas, pikiran manusia tak akan mampu menangkap rancangan Allah dari logika, tetapi harus dilandaskan pada iman.
1 Korintus 1:27 Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat.
*b. Yahudi: salib batu sandungan*
Kaum Yahudi merupakan salah satu penganut agama yang tegolong paling taat di antara penganut agama-agama di dunia. Bagi mereka pemberitaan salib itu adalah suatu batu sandungan. Sebagai mana kita ketahui bahwa orang Yahudi telah lama menantikan Mesias sebagaimana dijanjikan sejak Perjanjian Lama. Mesias adalah Anak Allah yang membebaskan bangsa Israel dari tirani bangsa asing, memiliki kuasa dan raja adil dan perkasa dalam peperangan. Sejak Yesus hadir di tengah-tengah Yahudi, mereka terus cari tanda untuk membuktikan apakah Yesus itu Mesias atau bukan. Yohanes Pembabtis sendiri masih ragu, sampai mengutus muridnya untuk menanyakannya. Lukas 7:19 (TB) ia memanggil dua orang dari antaranya dan menyuruh mereka bertanya kepada Tuhan: "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?"
Dari berbagai pelayanan yang dilakukan Yesus: mengajar, berkotbah dan menyembuhkan, sebenarnya mereka takjub dan mengakui tidak ada orang yang melakukan hal sebesar seperti itu kalau tidak dari kuasa Allah. Tetapi kematian di kayu salib adalah batu sandungan, suatu keputusan mahkamah agama atas pelanggaran seseorang.
Konsep Mesias yang mereka nantikan adalah raja yang perkasa yang membebaskan umatNya dari tirani kekuasaan. Maka tak mungkin itu dari seorang yang disalibkan. Bagi seorang Yahudi, salib adalah batu sandungan sebagaimana tertulis dalam Ulangan 21:22, "Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang.
c. Orang Percaya: salib kekuatan dan hikmat Allah*
Bagi Paulus menalar pikiran Allah dari perfektif manusia memang adalah kebodohan 1 Korintus 1:18 (TB) Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.
Tetapi bagi orang percaya pemberitaan tentang salib adalah hikmat dan kekuatan Allah. Paulus meyingkapkan hikmat dibalik peristiwa salib. Peristiwa salib adalah pemenuhan kasih Allah; memulihkan hubungan manusia dengan Allah (hubungan vertikal). Salib memulihkan hubungan manusia dengan sesamanya (hubungan horisontal). Dengan demikian benar ajaran Yesus tentang kasih. Matius 22:39-40 (TB) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Pemberitaan tentang salib adalah hikmat dan kekuatan Allah. Dari mana kita mengukur suatu kekuatan? Umumnya kekuatan diukur dari kemampuan mengalahkan musuh. Seperti seorang pahlawan yang heroik, semakin banyak musuh yang dikalahkan semakin kuatlah seseorang. Namun pertanyaan siapakah lawan terkuat yang dihadapi manusia? Lawan terbesar manusia bukanlah musuh tetapi mengalahkan diri sendiri. Mengalahkan diri sendiri adalah pengorbanan. Inilah kekuatan Allah yang ditunjukkan di salib sebagai pengorbanan. Bagi Paulus, salib itu kuat menegur setiap orang untuk melihat diri sendiri, mengoreksi diri dan bertobat dari sikap yang selama ini mengorbankan orang lain. Saat ini memulai dengan perubahan dari dalam diri sendiri. Kekuatan terbesar dalam diri seseorang adalah kemampuan mengalahkan diri sendiri. Itulah pengorbanan yang dilakukan oleh Yesus Kristus di kayu salib.
Dari bahagian ketiga dalam kotbah ini kita diajak untuk lebih menonjolkan hikmat dari pada kebodohan. Orang yang menonjolkan fanatisme kelompok, dengan argumentasi akal dan pikiran yang membangun pemisah dengan yang lain adalah kebodohan. Namun sekecil apapun yang dapat kita lakukan dalam membangun kebersamaan, menuju seia sekata dan sehati sepikir dalam membangun tubub Kristus adalah hikmat Allah. Semua orang percaya yang hidup dalam.persekutuan orang percaya bersama-sama menahlukkan diri dalam pikiran dan hikmat Allah yang menyelamatkan.
Sahabatku, Tuhan memberkati kita semua dan diberi kekuatan dalam melakukan FirmanNya.
Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar