https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10226918434170760&id=1350091128&sfnsn=wiwspwa
Kotbah Minggu XVI Stlh Trinitatis
Minggu, 19 September 2021
Nas: Pengkotbah 10:10-15
BERHIKMAT MENJALANI HIDUP
Selamat hari Minggu! Sahabat yang baik hati! Kitab pengkotbah menjadi bacaan yang paling menantang setiap pembaca. Mengapa menantang karena membutuhkan telaah yang lebih kritis untuk mencari makna kehidupan.
Kitab Pengkotbah mengajak setiap orang untuk melihat realitas kesia-siaan dan menemukan makna kehidupan. Lihatlah diawal pembukaan kitab ini penulis berkata dala Pengkhotbah 1:2 "Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia." Selanjutnya dalam Pengkhotbah 1:14 (TB) "Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin."
Berkali-kali Pengkotbah menyampaikan bahwa keberadaan manusia berlalu dengan cepat, sia-sia dan 'tak berguna'. Pemahaman mengenai maksud utama kitab ini sangat terbatas. Yang paling baik kehidupan ini diterima apa adanya dan hal-hal yang mendatangkan kepuasan harus dinikmati sementara hal itu berlangsung (Pkh. 8:14-15), karena segala hal yang baik pasti akan berakhir (Pkh. 12:1-2). Tidak benar bahwa Allah mengganjar orang-orang benar; semua itu hanyalah persoalan waktu dan kesempatan (Pkh. 9:11-12): namun disarankan agar selalu berada dalam hubungan baik dengan Allah, dan jangan melukai diri sendiri dengan kekesalan sia-sia yang tak terhindarkan (Pkh. 3:1-8).
Jika segala sesuatu upaya menjaring angin dan kesia-siaan bukan berarti manusia tidak berbuat apa-apa. Pengkotbah mendorong manusia bekerja keras namun dalam segala kerja kerasnya itu hendaknya didasarkan pada upaya memaknai kehidupan dan takut akan Tuhan. Pengkotbah penganjur yang sangat baik agar manusia dalam bersikap dan bertindak didasari pada pemahamannya akan kehidupan.
Dalam kotbah Minggu ini diambil dari pasal 10, berisi tentang pengajaran agar menjauhkan diri dari kebodohan. Bahkan boleh disebut sebagai keluh atas kebodohan-kebodohan yang terjadi disekitarnya. Ada orang bodoh diposisi tinggi sementara orang pintar dibawah. Tapi siapa yang merasa pintor harus merenungkan juga bahwa hidup ini tidak cukup mengandalkan kepintaran atau pengetahuan tetapi harus memiliki kiet dan berpikir secara taktis.
Manusia harus selalu mempertajam kemampuannya dan mengasah keterampilannya. Dalam hidup kita harus memili pengetahuan, namun pengetahuan tidak cukup karena harus memiliki ketrlerampilan. Ketrampilan bukankah segala-galanya karena ada taktik, taktik tak memenangkan kehidupan. Yang memenangkan kehidupan adalah orang yang menjauhkan diri dari kebodohan.
1. Pengetahuan tak cukup
Alkitab memberikan penjelasan yang sangat menarik perihal hikmat. Hikmat tidak identik dengan orang yang pintar dan terampil. Ada banyak orang yang memiliki kepintaran yang luar baliasa dan ia yang sangat tinggi namun tidak berhikman menjalani kehidupan ini. Lihatlah misalnya ada orang yang memiliki Indeks Prestasi yang tinggi hingga cummlaude namun pendidikannya tak memimpin dia agar menjalani hidup ini dengan hikmat. Banyak orang yang IQ tinggi namun terlibat dalam berbagai skandal yang memalukan, korupsi, kolusi, penipu, perilaku seks yang tidak baik, pezinah dll. Ilmu pengetahuan tinggi namun perilaku moral yang sangat tidak terpuji. Namun bukan berarti hikmat anti pengetahuan dan keterampilan, sama sekali tidak. Orang yang berhikmat adalah yang memanfaatkan dan menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membawa dia menjalani hidup bahagia dan menjadikan hidupnya berguna bagi orang lain. Benar apa yang disampaikan oleh Amsal bahwa hikmat tidak terlepas dari takut akan Tuhan (Amsal 1:7).
2. Miliki kecerdasan:
Pengkhotbah 10:11 (TB) Jika ular memagut sebelum mantera diucapkan, maka tukang mantera tidak akan berhasil.
Apa yang disampaikan dalam ayat 11 ini merupakan langkah strategis. Jangan puas dulu jika sudah memiliki pengetahuan, tetapi harus dapat menggunakannya untuk hal yang berguna dalam memenangkan kehidupan.
Seperti seorang pawang ular, mengetahui dan menguasai mantra, namun amat sayang sebelum mantra dibaca ular sudah menggigit dan bisanya mematikan. Mantra adalah rumusan kalimat-kalimat tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Mantra seperti itu tentu sulit kita terima secara akal di jaman now. Jika kita buat perbandingan konteks sekarang seperti seseorang punya tiket naik pesawat namun yang punya tiket terlambat dan pesawat sudah terbang. Tiket itu tentu akan hangus dan tidak berarti bukan. Contoh kedua misalnya seseorang yang ikut kontes dan dinominasikan menang karena penampilan yang snagat bagus dna meyakinkan saat nominasi tapi saat final yang bersangkutan terlambat dan tidak ikut. Itu namanya kesiasiaan.
Apa yang mau disampaikan oleh Pengkotbah disini, keberhasilan itu tidak datang dengan sendirinya atau otomatis. keberhasilan akan datang bagi orang yang berusaha dan memanfaatkan waktu dengan baik.
3. Jauhi kebodohan dan kebebalan.
Pengkhotbah 10:14 (TB) Orang yang bodoh banyak bicaranya, meskipun orang tidak tahu apa yang akan terjadi, dan siapakah yang akan mengatakan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?
Dalam kotbah ini kita diingatkan akan hubungan bicara dan kerja. Mungkin anda sudah pernah dengar di media sosial hubungan bicara dan kerja. Pekerja keras adalah orang yang banyak bicara dan banyak bekerja. Orang bodoh banyak bicara sedikit bekerja bahkan tidak bekerja. Sedangkan orang berhikmat sedikit bicara banyak bekerja.
Disinilah Pengkotbah mengingatkan kita bahwa orang berhikmat bukanlah soal banyak mengetahui tetapi bagaimana banyak memahami. Bukan soal banyaknya apa yang diucapkan oleh seseorang sehingga ia benar, tetapi bagaimana dampak dari ucapan seseorang mencapai suatu tujuan.
Memang orang bodoh sering merasa banyak tahu, tapi pengetahuannya sering menyesatkan dan tidak tahu ujung dari ide dan gagasannya. Sebaliknya orang bijak mengetahui apa tujuan dari apa yang diucapkannya dan mengetahui jalan mana menuju tujuan.
Selain kebodohan, kotbah ini mengajak kita menjauhkan diri dari kebebalan. Dalam praktek sehari-hari tentu susah membedakan kebodohan dan kebebalan, namun dengan kotbah ini kita menemukannya. Jika kebodohan menyesatkan jalan maka kebebalan mencelakakan. Bebal berarti tidak mau tahu, tidak peduli dan tidak mau menerima masukan serta ngotot pada pemikirannya sendiri.
Mari jalani kehidupan ini dengan bijak, pergunakan pengetahuan untuk menolong kita dalam kehidupan serta jauhkan kebodohan dan kebebalan.
Selamat hari Minggu, Tuhan memberkati!
Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar