Kamis, 25 Mei 2017

NUANSA RELIGIUS DI BULAN PUASA

NUANSA RELIGIUS DI BULAN RAMADHAN


Selamat Manunaikan Ibadah Puasa bagi saudara-saudara umat muslim di Indonesia

Kita sangat perihatin atas peristiwa bom bunuh diri di kampung Melayu Rabu 24/05. Kita berdoa agar korban yang masih dirawat cepat sembuh.  Terkhusus bagi keluarga korban yang meninggal dunia kiranya Tuhan memberikan penghiburan dan kekuatan atas kehilangan anggota keluarga. Bom Kampung Melayu ini sangat mengejutkan kita semua sembari mengingatkan bahwa teror ada di sekitar kita. Selain mengejutkan, kejadian ini sangat menciderai makna agama karena teror ini dilakukan ketika warga muslim mempersiapkan diri memasuki bulan suci Ramadhan. Seharusnya amal ibadah dipertebal dengan mengedepankan penguasaan diri justru terjadi mengorbankan jiwa orang lain. Teroris adalah musuh bersama umat beragama.

Apapun kejadian di sekitar kita tetaplah kita jadikan sebagai pelajaran. Momen hari Puasa ini bagi umat muslim tentu menjadi bahan refleksi yang mendalam agar terus bersama-sama mensosialisasikan islam yang rahmatan; rahmat bagi semua orang dan lingkungan  hidup.

Sebagai seorang outsider saya melihat makna yang sangat dalam dari bulan puasa, diantaranya:

1. Penguasaan Diri
Satu hal yang sangat kental dari yang ditekankan bulan Ramadhan adalah penguasaan diri. Umat muslim belajar menahan diri atas lapar dan haus harus ditahan sepanjang hari. Makan dan minum adalah kebutuhan pokok manusia, dengan berpuasa dipahami bahwa manusia dapat menguasai dirinya dalam hal yang pokok sekalipun. Penguasaan ini disini tentu menjadi pusat perhatian. Dengan berpuasa tentu umat muslim terlatih dan terbiasa dalam penguasaan diri. Sungguh suatu praktek keagamaan yang sangat mulia, apalagi jika hal ini menjadi habit (kebiasaan) tentu akan menjadi karakter pribadi yang sangat mulia. Penguasaan diri ini bukan pula hanya bagi umat muslim yang sedang berpuasa, namun umat beragama lain pun akan sontak menghargainya kebiasaan merokok di tempat publik misalnya akan berkurang termasuk aktifotas lainnya demi menghargai bulan suci Ramadhan.  Ini satu contoh sederhana bahwa penguasaan diri bukan hanya bagi umat muslinm yang menjalankan ibadah puasa, namun umat beragama lain pun diingatkan untuk menghargai bulan puasa dengan penuh kesadaran akan penguasaan diri dan kesucian hidup.

2. Nuansa Religius: Di Indonesia kita sangat merasakan ini. Setiap memasuki bulan Ramadhan ada nuansa yang berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya atau sesudahnya. Dalam bulan Ramadhan media Televisi misalnya memperdengarkan lagu rohani muslim diiringi gambus dan rebana yang mengagumkan, pengajian alquran terus diperdengarkan menjelang berbuka  puasa, para pemuka dan publik figur (termasuk para artis) tampak tampil lebih religius dengan pakaian muslim. Tak kalah penting selalu ada renungan-renungan (khotbah) dari pada para ulama-ulama yang sangat bernas dan mengugah hati. Tak kalah penting, Iklan-iklan media pun berubah lebih banyak memiliki pesan-mesan penting dalam mengingatkan makna Ramadhan, sekalipun ada kesan mengkomersilakan bulan Ramadhan dengan menjual produk unggulan mereka. Memang itu prinsip ekonomi yang sagat kental dalam moment apapun selalu mencari untung. Berbeda dengan masyarakat biasa seperti pedagang kecil mereka menutup warung makan mereka untuk menghargai bulan suci Ramadhan. Kalau pun ada yang buka hanya buka setengah saja untuk melayani mereka  yang tidak berpuasa.

Inilah suasana dan nuansa sehari-hari ketika memasuki bulan Ramadhan, nuansa religius yang sangat kental dalam kehidupan sehari hari kita di Indonesia

3. Bulan Puasa Penuh Bhakti:
Ada satu hal yang khusus dari catatan seorang outsider dalam melihat fenomena bukan Ramadhan. Saudara-sausara muslim melalukan suatu bhakti sosial dengan berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Berita akan silih berganti para publik figur berbuka puasa bukan hanya di mesjid-mesjid saja namun berbuka puasa bersama dengan berbagai lembaga-lembaga sosial seperti panti asuhan, panti jompo, anak jalanan dan berbagai masyarakat marjinal lainnya. Tentu ini menggambarkan bulan bhakti penuh amal. Praktek ini menunjukkan bahwa  ibadah bukan dipahami dalam bentuk pemenuhan kebutuhan rohani ansih atau mengikuti ibadah menurut ketentuan agama, namun dengan kentalnya bulan bhakti di bulan ramadhan menunjukkan bahwa ibadah sebenarnya adalah praksis hidup yang berbagi kepada sesama, memberi uluran tangan bagi yang membutuhkan pertolongan.

Puasa di Bulan Ramdhan dengan menahan diri tidak makan dan tidak minum sepanjang hari tidak membuat merek lemah, namun energik dan potensial untuk berbhakti dan berbagi dengan orang lain.

4. Kebersamaan dan Harmoni
Selain berbhakti  dan beramal di bulan puasa, satu hal yang memiliki makna khusus dalam melaksanakan puasa di Bulan ramadhan adalah makna harmoni yang luar biasa. Masing-masing keluarga nampaknya mempersipkan moment istimewa untuk berbuka puasa bersama. Ini momen penting, dalam aktifitas sehari-hari apalagi kehiduoan di kota yang serba sibuk dalam mencari nafkah moment kebersamaan ini seolah direnggut dari setiap keluarga. Melalui bukan puasa ini suatu momen kebersamaan yang kental baik; mengawali hari dengan makan bersama diwaktu subuh dan mengakhir aktifitas dengan berbuka bersama. Masing-masing keluarga melaksanakan ini. Tentu pesan moral yang sangat dalam akan pentingnya kebersamaan. Kebersamaan dan harmoni dalam keluarga tentu akan bermanfaat bagi lingkungan sekitar dan masyarakat.

Selamat berpuasa bagi saudara-saudara kami, sahabat dan teman kami umat Muslim di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEBAHAGIAAN ORANG BENAR

  Kotbah Minggu Exaudi Minggu, 12 Mei 2024 Ev. Mazmur 1:1-6 KEBAHAGIAAN ORANG BENAR Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati, kotbah ming...