Penilaian Yang Berbeda!
Oleh: Nekson M Simanjuntak
Manusia diberi rasa agar bisa merasakan, diberi pikiran agar bisa menilai dan memberikan suatu evaluasi atas usaha dan pekerjaan yang dilakukan. Mengapa ini saya tuliskan karena minggu lalu, Saya terlibat dalam diskusi yang seru dalam melihat suatu photo. Dalam photo itu ada seseorang memberikan kenangkenangan kepada sahabatnya karena baru pulang dari perjalanan. Banyak orang berkommen wah bagus ingat teman, ada yang bilang kalau masih ada bagibagi donk pada umumnya kommen positip, namun yang menjadi keheranan saya salah satu kommen yang menunjukan rasa yang berbeda, ngapai pake2 photo segala, kalau yg beginian, masih banyak yg mesti dilakukan dan bersikap sinis atas photo dan prosesi orang dalam photo tersebut. Yang menjadi pertanyaan saya adalah mengapa muncul pernyataan yang begitu sinis padahal oranga pada melihat hal positip.
Kita mesti menyadari bahwa perbuatan baik yang kita lakukan tak semuanya menyenangkan orang, harapan kita tentu setiap perbuatan baik kita mestinya mendapat apresiasi dan sikap positip dengan demikian kita dianggap melakukan suatu kebaikan. Perbuatan baik sekalipun dimata kita bisa saja dianggap tak berarti. Tak apalah kita menerima perbedan seperti itu mesti kita beri ruang bagi semua penilaian, baik yang positip aupun negatip. Karena baik buruknya yang kita lakukan bukan berada pada suatu penilaian, namun pada diri kita yang tulus melakukan kebaikan, yang menerima dampak dan tentu pada Allah sendiri sebagai hakim atas segala tindakan kita.
Munculnya perbedaan penilaian itu karena berbagai rasa yang berbeda, pengalaman manusia yang berbeda, latar belakang dan berbagai kepentingan yang berbeda. Penilaian adalah subyektif, tumpahan perasan pribadi. Ada kalanya menilai bukan pada obyek yang dinilai tapi pada diri pribadi yang berbuat baik, kalau dia suka pada pribadinya apapun dilakukannya adalah baik, sebaliknya kalau tidak suka terhadap pribadinya segala sesuatunya adalah dianggap tak baik. Inilah naifnya sebuah penilaian jika sudah menonjolkan subyektifitas, karena yang dinilai bukan lagi pada obyek yang dilakukan tetapi subyek.
Apa pelajaran yang mesti kita lihat dari sini, penilaian yang berbeda adalah wajar, jangan kecut dan tawar hati karena perbuatan baikmu dianggap jelek oleh orang lain. Baik buruknya perbuatanmu adalah terletak pada ketulusan hatimu, manfaat bagi orang lain dan pada Allah sendiri. Pada pihak lain jika kita menilai orang lain berupayalah obyektif, katakain baik pada halyang baik dan kurang pada yang kurang. Penilaianmu dapat membantu orang lain lebih termotivasi untuk melakukan lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar