Sabtu, 19 Maret 2022

BERTOBAT AGAR TIDAK BINASA

 https://www.facebook.com/216559085082832/posts/7239306009474736/?sfnsn=wiwspmo

Kotbah Minggu Okuli, 20 Maret 2020

Nas; Lukas 13:1-9


*BERTOBAT AGAR TIDAK BINASA*


Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati, apakah yang terpikir pada diri anda jika mengetahui dan melihat orang mati mengenaskan? Mungkin anda merasa takut dan bertanya mengapa bisa terjadi demikian?  Apakah ada salah mereka kok bisa sampai terjadi demikian? Begitulah pendapat orang pada umumnya. 


Di kalangan Yahudi ada sebuah pandangan disebut dengan teodisi bahwa penderitaan yang terjadi pada seseorang adalah hukuman Tuhan. Ajaran seperti itu muncul dari pemahaman bahwa Tuhan itu baik dan akan mendatangkan kebaikan bagi orang saleh dan setia mengikuti perintahaNya. Sebalik akan mendatangkan hukuman bagi orang yang melanggar perintah Tuhan dan perilaku jahat. Semua yang baik datang dari Tuhan, penderitaan dan hal-hal buruk merupakan buah kejahatan. Dengan pandangan demikian tercipta pemahaman jika terjadi hal buruk kepada seseorang itu dianggap sebagai hukuman Tuhan. Pandangan teodisi ini dapat membuat orang menghakimi orang lain  jika ada penderigaan pasti ada kesalahan yang dilakukan sehingga mendatangkan murka Tuhan. 


Alkitab menentang pandangan teodisi yang demikian, penderitaan yang terjadi belum tentu akibat dari kesalahan orang. Faktanya ada kalanya orang baik dan tidak melakukan kesalahan apapun tetapi harus menjalani dan mengalami hal buruk sebagaimana dialami Ayub. Kitab Ayub dan kitab sastra hikmat lainnya mengajarkan semua yang terjadi di dunia ini diketahui oleh Tuhan, karena Tuhan pencipta dan mengatur segala ciptannyaNya. Hal buruk yang menimpa seseorang belum tentu akibat kesalahan mereka. Alkitab mengajarkan bahwa jika hal buruk terjadi pada orang baik jangan berputus asa tetapi tetap setia dan mencari hikmat dari apa yang dialami. Bisa saja dengan menjalani penderitaan meruoakan jalan Tuhan memberikan hal baik bagi orang yang dikasihi Tuhan.


*1. Jangan menghakimi, jangan tambahi duka orang yang berduka dengan prasangka yang macam-macam.*


Bagaimana orang memahami penderitaan? Merupakan salah satu hal yang dijawab oleh kotbah ini. Setelah Yesus melakukan pengajaran khusus kepada murid-muridNya (dalam pasal 12), diceritakan ada beberapa orang menyampaikan kabar tentang kematian orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus aaat mereka menyampaikan kurban di Bait Allah. Kematian mereka sangat tersebar bagi masyarakat karena kematian yang sangat menyedihkan. Darah mereka bercampur dengan korban yang mereka berikan. Spintas, bisa menjadi pertanyaan bikankan mereka berbuat baik dan membeeikan kurban? Tetapi apa yang mereka alami cukup naas. 


Yesus menjawab mereka dengan tegas dan seolah sudah tahu apa motivasi mereka menanyakannya. Lukas 13:2-3 (TB)  Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu?

Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.


Prasangka mereka yang menyampaikan kejadian tersebut tentu sama seperti teodisi Yahudi yang dijelaskan diatas. Mereka berprasangka bahwa kematian naas tersebut karena ada kesalahan atau dosa mereka. Suatu sikap yang menghakimi yang menambah duka bagi keluarga mereka yang kehilangan dan berduka. Prasangka buruk yang menghakimi (judge) merupakan perbuatan yang tidak kristiani. Pesan Yesua yang tegas hendak menyampaikan bahwa jika kita masih menikmati hidup ini belum tentu mereka lebih taat atau setia kepada  Tuhan dari mereka yang mengalami penderitaan. Tuhan menunggu pertobatan kita, jika tidak menggunakan waktu untuk bertobat maka akan binasa.


Menampik prasangkan yang menyampaikan kabar kematian naas orang Galilea. Yesus menambahkan cerita yang sudah viral atau umum diketahui kalangan Yahudi saat itu.  Dimana pernah terjadi menara dekat Siloam jatuh seketika itu 18 orang meninggal dunia. Apakah ada dosa atau kesalahan mereka? Mereka tak berbuat apa-apa tapi kejadian itu membuat mereka meninggal. Yesus menambahkan cerita ini hendak menyampaikan bahwa kematian naas yang terjadi bukanlah akibat dosa dan bukan pula karena pemberontakan atau kejahatan mereka. 

Mereka telah berduka maka jangan tambahi lagi duka mereka dengan prasangka-prasangka yang meyakitkan hati. Yesus mau memberikan pesan, jika tidak bisa mengurangi beban dan duka mereka dengan berdoa bagi mereka agar kuat dan tabah, maka diam saja.


Jika kita baca Kitab Ayub, sahabat-sahabat Ayub pernah berprasangka buruk pada Ayub atas segala penderitaan yang dialaminya. Sahabatnya berpikir tidak mungkin penderitaan datang begitu saja dan pasti ada kesalahan Ayub. Ayub membela diri dan bersedia dikoreksi dari lubuk hati yang terdalam.  Prasangka sahabat-sahabat Ayub membuat Ayub kesal hingga menyebut sahabatnya sebagai "penghibur sialan". (Ayub 16:2 Hal seperti itu telah acap kali kudengar. Penghibur sialan kamu semua!)


*2. Jika tahu Tuhan murka atas kejahatan maka bertobatlah agar jangan binasa.*


Dari apa yang disampaikan oleh Yesus,  pelajaran kedua yang kita petik dari kotbah ini adalah jika tahi Tuhan murka atas kejahatan dan pelanggaran maka bertobatlah agar tidak binasa. Kita harus menyadari sepnuhnya bahwa mereka yang mengalami kejadian naas bukan lebih buruk dari mereka yang hidupnya amam-aman saja. Justru menjadi kayros untuk merenungkan secara dalam bahwa Tuhan masih memberi waktu untuk memperbaiki diri. 


Saya mengajak kita merekonstruksi kejadian menara Siloam, bagaimana duka yang dialami oleh keluarga dari 18 orang? Di luar 18 orang itu pasti ada yang selamat. Mereka yang selamat itu lasti tidak lebih baik, lebih soleh dan lebih taat dari mereka yang meninggal. Maka dapat kita tarik suatu pelajaran jika diberi kesempatan untuk hidup itu bukan karena kebaikan mereka namun Tuhan beri kesempatan untuk berubah dan menghasilkan perbuatan baik. Atau noleh kita bahasakan begi: jika Tuhan masih belum murka atas dosa dan perbuatan kita, itu bukan berarti kita tidak salah dan tidak berdosa, tetapi karena masih diberj kesempatan untuk memperbaiki diri. 


Bersyukur lepas dari peristowa naas juga harus berhati-hati. Saya masih ingat ada kejadian naas pada tanggal 1 Januari 2015. Pesawa Air Asia dsri Surabaya ke asingaoura kehilangan kontak setelah 50 menit di udara dan  akhirnya diketahui seluruh penumpang meninggal dunia sebanyak 163 orang. Rupanya ada satu keluarga penumpang yang tidak ikut terbang dalam pesawat karena ketidura dan terlambat. Setelahbtahu pesawatnya jatuh beri kesaksian "Inge meyakini ada campur tangan Tuhan yang mengingatkan akan adanya bahaya bila dia berangkat." “Sekelebat itu terlintas bayangan, Tuhan mungkin kasih penglihatan ya, saya jelas sekali melihat pesawat AirAsia, gambaran pesawat AirAsia crash (tabrakan), pecah. Nah, terus di dalam hati saya itu ada yang bicara, kamu berlima akan celaka,” papar Inge. (https://www-voaindonesia-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.voaindonesia.com/amp/selamat-dari-kecelakaan-airasia-karena-batal-berangkat)


Pernyataan keluarga ini mendapat kommen dari banyak kalangan apakah keluarga yang ikut jatuh tidak disayang Tuhan? Benar keluarga Inge selamat namun mesti lebih bijak mengekpressikan kebahagiaan terluput dari peristiwa naas yang mendatangkan duka bagi orang lain. Artinya rasa sukurnya ada namun rasa sukurnya itu dalam saat-saat berduka jangan sampai mengurangi emphatic pada korban. Luputnya dari suatu peristiwa naas bukan karena kebaikan dan kesalehan. Apa yang terjadi dalam hidup ini sulit kita pahami, namun dari apa yang dialami kita dapat belajar menemukan kehendak Allah. Saat kita menemukan kehendak Allah. 


Itulah sebabnya Yesus sangat keras mengecam: "jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian."


*3. Jangan kutuki pohon yang tidak berbuah, namun berusahalah menjadikannya berbuah.*


Perumpamaan pohon ara ini sangat pentong diperhatikan agar jangan cepat membuat keputusan terhadap orang yang tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, namun cerita pohon ara ini  hendak mengajak kita mengasah lebih tajam apa yang dapat kita perbuat agar berbuah? Sudah tiga tahun membiarkannya berrumbuh namun tak menghasilkan apa-apa, ada baiknya ditebang saja diganti dengan tanaman lain. 


Namun hamba pwkerja di kwbun itu memohon: 

Lukas 13:8-9 (TB)  Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,

mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!"


Permohonan hamba itu merupakan permohonan kita bersama dihadapan Tuhan. Mungkin banyak hal yang diharapkan Tuhan dari kkta, namun kita belum menghasilkan apa-apa bagi Tuhan.  Tidak ada alasan lagi untuk memberi waktu bagi kita. Namun Tuhan baik permohonan kita masi terus didengarkan dan diberi kesempatan.


Sekarang marilah kita buat perencanaan seperti hamba tersebut, dia akan mencangkul dan memupuknya. Artinya dia bekerja keras lagi dan berupaya melakukan usaha extra agar dapat berbuah. Kita adalah ppelerja itu dan sekaligus pohon ara. Sebagai pwkerja kita berusaha agar pohon ara berbuah dengan usaha pemgolahan tanah dan pemupukan. Kita jugalah pohon ara yang ditunggu-tunggu oleh Tuhan untuk menghasilkan buah. 


Sahabatku, Tuhan memberkati kita semua. Kiranya kotbah minggu ini memberikan semangat bagi kita untuk hidup lebih baik, sikap korektif pada diei sendiri dan memperbaiki kelakuan (bertibat) dan berusaha untuk menghasilkan buah-buah yang manis bagi Tuhan. 


Salam: Pdt Nekson  M Simanjuntak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEBAHAGIAAN ORANG BENAR

  Kotbah Minggu Exaudi Minggu, 12 Mei 2024 Ev. Mazmur 1:1-6 KEBAHAGIAAN ORANG BENAR Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik hati, kotbah ming...