Kotbah Minggu III Setelah Trinitatis,
Minggu 3 Juli 2022.
Nas: Galatia 6:1-10
MENGASIHI SEMUA ORANG
Selamat hari Minggu! Sahabat yang baik hati, hidup di dalam kasih merupakan pola hidup gereja mula-mula. Pola hidup jemaat mula-mula ini menjadi dasar yang kuat mempertahankan keberadaann (eksistensi) mereka. Pola hidup itu terbentuk dengan kebiasaan yang disarankan para para rasul dan akhirnya menjadi karakter, karakter yang terbentuk bertahan menghadapi penderitaan, pengejaran dan penganiayaan. Sekalipun mereka diayaniaya namun tetap mengasihi, sekalipun mereka ditindas namun mereka mengampuni. Sikap hidup dan spiritualitas mereka membuat orang lain semakin tertarik menjadi pengikut Yesus.
Di dalam kotbah minggu ini, kita menemukan beberapa spiritualitas yang anjurkan oleh rasul kepada jemaat Galatia.
1. Rohani menyikapi kesalahan
Manusia diciptakan Tuhan baik dan sempurna namun oleh dosa manusia telah jatuh dari kesempurnaannya kepada dosa. Itulah sebabnya semua orang menerima aksioma ini: "Tidak ada manusia yang sempurna, pasti selalu ada kesalahan." Namun pertanyaan adalah bagaimana kita memperbaiki kesalahan? Orang yang tidak rohani akan membalaslan kebencian melawan kebencian sakit hati melawan sakit hati. Namun kita yang rohani menyikapi masalah dengan hidup di dalam kasih. Oleh kasih orang yang rohani akan mampu memaafkan kesalahan dan mengampuni orang lain.
Galatia 6:1 (TB) Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.
Inilah kelebihan orang beriman yang memiliki kerohanian yang matang dan dewasa. Tidak membalaskan yang jahat dengan jahat tetapi berdoa, memberkati dan orang-orang yang melakukan kejahatan. Memaafkan dan mengampuni bukan berarti memaklumkan kesalahan. Kesalahan adalah tetap sebagai kesalahan, langkah yang rohani memperbaiki yang salah adalah mengakui kesalahan dan kesediaan memperbaiki kesahalan. Pengampunan itu bukan hanya sekedar memaafkan dan melupakan kesalahan, tetapi menuntun orang dalam kebenaran.
2. Bertolongtolongan
Hidup ini berat dan penuh perenungan, kita tidak dapat menanggungya sendirian. Orang percaya harus saling membantu dan saling menolong. Itulah sebabnya Paulus berkata: Galatia 6:2 (TB) Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.
Bertolong-tolongan bukan hanya mengumpulkan banyak orang mengerjakan sesuatu, tetapi didalam ayat 2 ini termaktub didalamnya memenuhi hukum Kristus. Bertolong-tolongan didalamnya ada kerelaan mempersembahkan apa yang ada bagi kita untuk mendatangkan kebaikan dan yang berguna bagi orang lain. Wujud bergotong-royong adalah kerjasama dan melakukan sesuatu tulus dan penuh dengan kasih.
"Berat sama dipikul ringan sama dijinjing", merupakan ungkapan dari masyarakat Indonesia yang menghidupi nilai-nilai kebersamaan melalui gotong royong baik dalam suka maupun duka. Dalam gotong royong seluruh elemen masyarakat menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berjalan sendiri, namun saling membutuhkan yang satu dengan lainnya. Dengan sikap saling menolong, masyarat sangat terbantu dalam banyak hal dan bersama-sama menikmati pertolongan orang lain dalam hidupnya. Pada saat yang sama setiap orang memiliki tanggungjawab moral untuk hadir menolong orang lain.
Sebagai contoh misalnya sampai pada tahun 80an sikap gotong royong masih kental di Bona Pasogit (Sumatera Utara) atau mungkin juga di daerah lain mulai dari pekerjaan di sawah, membangun rumah, acara pesta semuanya dikerjakan secara gotong royong. Orang tidak pernah menghitung berapa jasa yang diabdikan kepada orang lain dan sebaliknya, tetapi secara bergantian dapat menolong orang lain. Harus diakui bahwa pergeseran nilai-nilai terus menjadi tantangan dalam masyarakat. Nilai-nilai gotong royong ini terus digusur oleh yang namanya nilai "komersialisasi" atau "ekonomisasi", segala sesuatu diukur dan dinilai dari sudut ekonomi. Akhirnya memasak untuk acara adat yang seharusnya dikerjakan bergotong royong sudah berubah menjadi sistem katering, bekerja di sawah sistem harian atau borongan serta aktifitas lainnya. Sehingga nilai gotong royong ini digantikan dengan nilai ekonomis. Orang yang kurang mampu secara ekonomis semakin tergusur dan tingkat ketimpangan dalam masyarakat semakin tebal.
Bertolong-tolongan atau bergotong royong dalam menopang yang satu dengan yang lain sangat kental dengan rasa solidaritas dan nilai kebersamaan. Sejalan dengan itu Alkitab menjelaskan bahwa nilai bertolong-tolongan selain dampaknya yang baik memiliki landasan dasar teologis yaitu memenuhi hukum Kristus. Apa itu hukum Kristus? Yesus tidak pernah membuat suatu sistem hukum baru di tengah-tengah masyarakat, namun apa yang dituntut dalam hukum Taurat yang berlaku di dalam Yahudi justru itulah yang dipenuhi Kristus. Bagi Yesus pemenuhan dari segala hukum Musa dan kita para nabi adalah: mengasihi Allah dengan segenap hati, akal dan budi kita dan mengasihi sesama manusia sama seperti diri sendiri. Itulah hukum yang utama dan terutama.
Yohanes 15:17 (TB) "Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."
Kasih adalah hukum Kristus yang memerintahkan kita mengasihi orang lain. Di dalam kasih ada perbuatan menolong dan membantu, kerelaaan berbagi bagi orang lain dan mempersembahkan apa yang bisa dipersembahkan untuk menolong orang lain.
3. Merendahkan diri dan penabur kebaikan.
Ingin mendapat pujian dan oengakuan atas perbuatan bagi kita elu adalah manusiawi. Siapapun orang pasti ingin dihargai dan ingin mendapat pujian dari sesama. Namun jika ada didalam diri orang dipuji, harus memiliki kesadaran diri agar jangan sampai lupa diri. Jika ada karya atau prestasi yang dibuat wajar saja mendapat pujian namun jika ada orang yang memegahkan diri disitu telah tersimpan hubris (kesombongan) diri.
Paulus mengajak jemaat Galatia, agar memiliki moralitas yang baik dengan memiliki pribadi yang rendah hati. Melakukan perbuatan baik dengan tulus dan pamrih tanpa menuntut balas. Orang yang rendah hati akan berbuat bukan untuk suatu prestasi atau mendapatkan pujian diri tetapi pengabdian diri yang tulus. Orang yang memliiki spiritualitas tinggi akan melupakan kebaikan yang pernah dilakukan tetapi akan selalu mengenang apa yang baik dilakukan oleh orang lain.
Seorang yang memiliki spiritualitas dia akan menjadi penabur kebaikan. Jika dunia ini melakukan tabur tuai, apa yang dilakukan itu juga yang di alaskan namun orang-orang yang rohani, yang ditangkap oleb Yesus Krostus menjadi muridnya akan menjadi penabur kebaikan.
Galatia 6:8 (TB) Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.
Selagi hati masih siang, kalimat ini mengingatkan bahwa kita harus menggunakan waktu yang ada. Jika kesempatan telah berlalu maka semua akan kehilangan kesempatan. Jangan kita berpikir setelah hari ini berlalu besok akan ada hari baru. Namun waktu yang berlalu itu tidak akan dapat terulang lagi.
Selagi hati masih siang, merupakan peringatan bahwa perjalanan kita akan menuju suatu titik akhir. Sama seperti fajar, saat dia terbit dia akan menjalani alwaktunya 12 jam, setelah itu sinarnya akan surut dan berakhir di ufuk barat. Demikian perjalanan kita ini, selagi hari masih siang, lakukanlah yang baik, kaaihilah sesamamu dan orang-orang disekitar kita.
Tuhan memberkati kita semua!
Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar