https://www.facebook.com/100063523332048/posts/pfbid0KxXbdeggqMoXHW7PRaur2JhpPY6vA9Qc7NoqWavWgFr1wuXPXqanwaiXNZThX7mVl/
KOTBAH MINGGU X STLH TRINITATIS
Minggu, 21 Agustus 2022
Nas: Yesaya 58:9-14
IBADAH YANG BERKENAN BAGI TUHAN
Selamat hari minggu! Sahabat yang baik hati, kotbah minggu ini menjelaskan tentang hubungan ibadah dan praktek hidup orang percaya. Ketaatan beribadah atau kesalehan orang percaya harus disertai dengan perbuatan nyata terhadap sesama. Pengabdian kepada Allah ditunjukkan pada sikap melayani terhadap sesama. Ibadah bukanlah hanya berdoa dan taat mengikuti aturan kagamaan. Ibadah harus disertai dengan perbuatan nyata terhadap sesama manusia.
Artinya beribadah kepada Allah berbanding lurus dengan pengabdian dan pelayanan tehadap sesama manusia. Benar apa jang disampaikan dalam 1 Yohanes 4:20 (TB) Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.
Yesaya dalam kotbah ini menegaskan bahwa ibadah dan praxis hidup umat Allah merupakan suatu kesatuan. Penekanan nabi Yesaya pentingnha memahami ibadah demikian berhubungan dengan pembentukan umat Allah yang telah memulai kehidupan baru setelah pembuangan. Sama seperti Musa membentuk umat Allah setelah keluar dari perbudakan Mesir. Demikianlah setelah pembuangan para imam (dipimpin imam Ezra) membentuk umat Allah paskah pembuangan agar mereka menjadi umat yang setia kepada Tuhan. Mereka harus memelihara hukum Taurat, Sabat dan perturan keagamaan yang melekat dalam keyahudian mereka dengan ditujukkan dengan pengabdian terhadap sesama. Jika mereka menyebut diri sebagai orang yang beribadah dan mencintai Sabath maka mereka harus membersihkan diri dari segala bentuk penindasan, memelihara hidup anak yatim dan piatu, memberi makan orang yang lapar, minum bagi orang yang haus dan peduli pada orang sakit dan terpenjara sebagaimana ditekankan oleh Yesus Matius 25:35 (TB) "Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan". Artinya beribadah yang benar dan beribadah yang sejati ditunjukkan dengan belas kasih.
Nabi Yesaya penting menyampaikan makna ibada ini sehubungan dengan pembentukan umat Israel yang setia kepada Allah dan memelihara perintah Tuhan. Mereka yang kembali ke pembuangan harus dibina sedemikian rupa menjadi umat Allah yang beribadah yang disertai dengan pernyataan tata kepada sesama. Makna ibadah demikian sangat besar manfaatnya. Sebagaimana disampaikan oleh Paulis kepada Timotius 1 Timotius 6:6 (TB) Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar
Dalam kotbah Minggu ini setidaknya ada tiga berkat bagi orang yang beribadah disertai dengan perbuatan nyata yakni:
*1. Tuhan mendengar doa dan seruan*
Jika seseorang berseru minta tolong tentu yang diharapkan adalah respon orang yang mendengar. Jika ada respon tentu seruannya terjawab. Sebaliknya dapat kita bayangkan bagaimana sakitnya seseorang yang berteriak namun tidak ada yang merespon mungkin sampai pada putus asa. Seperti seorang yang terdampar di pulau tak berpenghuni, bagaimana pun keras suaranya minta tolong dia akan sulit menerima pertolongan.
Orang percaya tidaklah demikian, selalu optimis dan penuh pengharapan karena Allah akan selalu mendengar dan menjawab seruan umatNya. Allah senantiasa hadir bersama-sama menjalani masa sulit. Inilah yang diyakinkan oleh Yesaya bahwa Tuhan itu menawarkan diriNya selalu hadir dan menjawab seruan umatNya.
Yesaya 58:9 (TB) Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah,
*2. Tuhan menuntun dan membuat puas di tanah yang kering*
Saya sudah lupa judul film, segerombol perampok melarikan hasil rampokannya untuk mencari aman mereka mengambil rute yang mereka anggap aman dan melewati Padang gurun. Ternyata dalam perjalanan terjadi saling menghormati, tinggal dua orang dan keduanya saling mencurigai. Pada titik yang paling klimaks dalam film itu keduanya tiba pada ras haus, persediaan air menipis dan dalam tetesan akhir karena rasa haus penjahat yang satu menawarkan seluruh emas yang dibawanya untuk seteguk air. Ada saatnya bahwa harta dan emas tidak berharga karena di tanah gersang atau Padang gurun yang dibutuhkan adalah jaminan hidup dari terima matahari, dari binatang buas yang ganas dan stok makanan yang tersedia.
Demikianlah Yesaya memberikan penjelasan bahwa umat Allah yang beribadah dengan disertai belaskasih kepada sesama akan diberi kepastian yakni tuntunan Tuhan di tanah yang kering. Tuntunan dan jaminan di Padang gurun merupakan impian para petualang, berjalan di Padang gurun mungkin saya tidak ada petunjuk jalan yang harus di lalui. Yesaya 58:11 (TB) TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan.
Allah sebagai penuntut ibarat pendamping tour wisata, memandu, membimbing dan membawa mereka ke tempat tujuan yang ditempuh.
Hidup kita ini ibarat perjalanan seorang musafir, kita tidak tahu kemana ujung jalan yang kita tempuh dan juga kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok. Tetapi kita percaya, Allah adalah suluh dan penuntun kita sampai ke penghujung tujuan hidup kita.
Manfaat kedua disebutkan Yesaya adalah puas di tanah yang kering. Berarti hidup bahagia sekalipun kekurangan, klhidup berkecukupan di dalam segala keterbatasan, hidup bahagia karena Allah sendiri memelihara dan mencukupkannya.
Hidup seperti ini jauh lebih bahagia dsari pada sudah berlinang harta namun terus ada rasa haus, menyiksa diri dengan berbagai keinginan-keinginan yang hendak dicapai.
Kebahagiaan orang percaya adalah disertai rasa sukur atas apa yang diberi dalam hidup ini. Yesaya tidak menjanjikan berkat yang melimpah dan bergelimang harta, namun hidup bahagia dalam segala kekurangan keterbatasan.
*3. Anak-anak dan keturunan yang lebih diberkati*
Berkat yang ketiga dari kotbah ini adalah anak-anak yang berhasil membangun lebih dari apa yang dimulai orangtuanya.
Yesaya 58:12 (TB) *Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan.* Engkau akan disebutkan "yang memperbaiki tembok yang tembus", "yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni".
Mungkin berat bagi angkatan pertama yang kembali dari pembuangan memperbaiki reruntuhan Yerusalem. Mereka harus membangun tembok kita dan membangun Bait Allah sebagai pusat peribadahan mereka. Pembangunan itu impian semua dan harus dikerjakan Sedaya mampu, namun kalau pun belum dapat dituntaskan percaya keturunan dan anak-anak umat Allah akan dapat membangun kota Yerusalem lebih indah dan lebih baik. Namun landasan dan fondasinya harus diletakkan dan dapat dilanjutkan oleh keturunan mereka.
Sejajar dengan nas ini ada ungkapan orang Batak bahwa anak-anak harus lebih baik dan lebih maju. Ungkapan itu kita temukan dalam umpasa: 'balga batu di ruma, umbalgaan batu ni sopo. Nunga Gabe natuatua, unggabean ma sundut na umposo'. Itu berlaku juga dalam kehidupan sehari-hari bahwa hati ini harus lebih baik dari kemarin dan lusa harus lebih baik dari hari ini.
Apa yang ditanamkan oleh Yesaya adalah omptimisme dan adanya harapan. Jika ada kesulitan dan seolah tak berdaya untuk membangun suatu rencana yang besar jangan berputus asa, tetaplah berpengharapan, Tuhan akan memberkati dan mengutus hambanya atau keturunannya untuk dapat memperbaikinya.
Sahabat yang baik hati, manusia diciptakan menjadi manusia yang bekerja dan beribadah. Kita tidak bekerja terus karena manusia bukanlah mesin. Manusia adalah makhluk yang beribadah, bersyukur atas apa yang Tuhan beri dan mendoakan apa yang akan dikerjakan. Seperti Allah, berhenti pada sabath, demikianlah manusia berhenti dari aktifitas dan beribadah kepada Tuhan. Ibadah disini bukanlah bersujud dan memberi kurban, tetapi ibadah yang sejati adalah tindakan nyata terhadap sesama.
Ibadah sejati bukan diukur dari kehadiran beribadah, atau ketaatan pada peraturan keagaman dan kewajiban-kewajiban peraturan keagamaan. Allah tidak menghendaki ibadah formalisme, tetapi tindakan nya dengan rasa sukur berbuat sesuatu terhadap sesama yang seharusnya menadapat pertolongan dan ukuran tangan.
Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar