Kotbah Minggu XXII Stlh Trinitatis,
Minggu, 27 Oktober 2024
Ev. Ayub 42: 1-6
TUHAN SANGGUP MELAKUKAN SEGALA SESUATU
Selamat hari Minggu! Sahabat yang baik hati, Kotbah minggu ini meneguhkan kita mengimani bahwa Allah sanggup melakukan segala sesuatu. Penderitaan yang dialami orsng percaya hendaknya tidak mengubah kesetiaan kepada Tuhan. Orang yang setia di dalam penderitaan lebih berharga di mata Tuhan, sekalipun harus kehilangan segala sesuatu dari apa yang dia miliki, percaya Tuhan dapat memulihkan keadaan dan menyediakan yang lebih berharga bagi hidup kita.
Kitab Ayub sebagai sastra hikmat memberikan pemahaman keagamaan; memiliki iman bukan hanya menerima apa yang baik dari Tuhan tetapi tetap setia dalam penderitaan. Tuhan tidak hanya bekerjaa saat mendatangkan kebahagiaan, dalam segala keadaan Allah menyampaikan maksudnya kepada manusia. Penderitaan bisa juga menguji kesetiaan kita dan cara Allah memberi berkat pada orang yang dikasihinya. Dibalik semua yang terjadi dalam hidup ini, kita percaya Allah mengetahuinya. Keputusan Tuhan tidak dapat dinilai dari cara berpikir manusia, seolah orang baik dapat kemujuran dan orang yang buruk akan mendapatkan hukuman. Ada kalanya orang fasik meraih keberhntungan namun keberuntungannya tidak menjadi berkat. Ada kalanya orang baik harus mengalami hal buruk namun itu bukan buah dari perbuatannya. Penderitaan yang dialaminoleh orang baik adalah cara Allah menyampaikan maksudnya bagi manusia. Kitab Ayub hendak berpesan apa yang terjadi dalam hidup ini sepenuhnya di dalam Tuhan. Maka dalam keadaan baik atau buruk orang percaya harus tetap setia dan memuji Tuhan. Kita percaya tidak ada kejadian yang tidak dikeyahuinoleh Tuhan. Segala sesuatu yang terjadi adalah atas sepengetahuan Tuhan. Manusia hanya terbatas memahami maksud Allah dari apa yang terjadi. Pelajaran dari kitab Ayub, kita percaya Allah maha kuasa dan sanggup melakukan segala sesuatu menurut kehendakNya. Tugas manusia adalah menjalankan keputusan Allah dengan setia.
Kitab Ayub menjadi literasi yang mencerahkan, menolak teodisi yang umum diterima orang. Teodisi adalah suatu ajaran yang membenarkan Tuhan atau membela Tuhan atas realitas hidup. Hanya kebaikan bersumber dari Tuhan, segala yang buruk adalah dampak dari dosa, jika ada penderitaan itu adalah akibat dosa dan diyakini sebagai hukuman. Sahabat-sahabat Ayub adal tipe-tipe teodisi yang ada pada masa itu, pemahaman mereka bahwa tidak mungkin hal buruk diberikan Tuhan kepada Ayub, kalau Ayub setia di dalam Tuhan. Mereka mendorong Ayub untuk memeriksa hidupnya bahwa pasti ada kesalahan yang telah terjadi. Ayub menyangkal paham teodisi dari pada sahabatnya sampai Ayub menyebut mereka sebagai penghibur sialan. Yang terjadi pada Ayub tidaklah seperti yang dituduhkan sabat-sahabat Ayub, dia diijinkan Tuhan mengalami penderitaan, semua derita yang dia alami bukanlah karena dosa. Ayub tercatat orang baik, saleh, jujur dan Takut akan Tuhan (Ayub 1: 1-2). Kalau penderitaan itu semua akibat dosa, Ayub tidak berterima dan itu suatu kekeliruan besar. Namun Ayub percaya keputusan Allah adalah hak dan otoritas Allah, tidak ada yang dapat memberikan pertimbangan kepada keputusan Allah benar atau salah karena Allah adalah maha kuasa. Kisah Ayub memberikan pengajaran mendalam agar tidak seorang pun menghakimi atas penderitaan yang dialami oleh seseorang namun percaya daam segala hal Allah sanggup memelihara dan memulihkan keadaan.
Berkenaan dengan pandangan teodisi sahabat-sahabat Ayub, yakni: Penderitaan adalah buah dari pelanggaran dan dosa manusia. Allah tidak mungkin mendatangkan hal buruk pada manusia. Jika ada hal buruk itu adalah ulah manusia itu sendiri. Pandangan semacam itu dapat kita temukan dari sudut pandang sahabat-sahabat Ayub yakni: Elifas, Bildad, Zofar dan Elihu. Berikut ini saya kutip argumentasi sahabat-sahabat Ayub: yaitu:
- Ayub 4:1, 7-8 (TB) 1 Maka berbicaralah Elifas, orang Téman: 7 Camkanlah ini: siapa binasa dengan tidak bersalah dan di manakah orang yang jujur dipunahkan? 8 Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga.
- Ayub 5:6-7 (TB) 6 Karena bukan dari debu terbit bencana dan bukan dari tanah tumbuh kesusahan; 7 melainkan manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga api berjolak tinggi.
- Ayub 8:4-7 (TB) 4 Jikalau anak-anakmu telah berbuat dosa terhadap Dia, maka Ia telah membiarkan mereka dikuasai oleh pelanggaran mereka. 5 Tetapi engkau, kalau engkau mencari Allah, dan memohon belas kasihan dari Yang Mahakuasa, 6 kalau engkau bersih dan jujur, maka tentu Ia akan bangkit demi engkau dan Ia akan memulihkan rumah yang adalah hakmu. 7 Maka kedudukanmu yang dahulu akan kelihatan hina, tetapi kedudukanmu yang kemudian akan menjadi sangat mulia.
- Ayub 22:29-30 (TB) 29 Karena Allah merendahkan orang yang angkuh tetapi menyelamatkan orang yang menundukkan kepala! 30 Orang yang tidak bersalah diluputkan-Nya: engkau luput karena kebersihan tanganmu." Argumentasi sahabat-sahabat ayub jika dirangkumkan ada
Kitab Ayub menolak teodisi bahwa penderitaan yang menimpa seseorang adalah akibat dosa karena apa yang terjadi pada Ayub tidaklah demikian. Ayub adalah orang saleh, jujur dan takut akan Tuhan serta menjauhi kejahatan (1: 1,8). Ayub menganggap sahabatnya keliru bahkan sangat kesal sampai menyatakan: "Hal seperti itu telah acap kali kudengar, Penghibur sialan kamu semua." ( Ayub 16:2). Kitab Ayub hendak memberikan pencerahan bahwa ada kalanya hal buruk terjadi pada orang baik dan tugas orang percaya adalah setia di dalam penderitaannya. Ayub dalam menjalani penderitaannya tidak menyalahkan Tuhan atau menganggap keputusan Tuhan atas penderitaan yang dijalani Ayub adalah keliru. Bagi Ayub itu adalah kuasa Tuhan, tidak ada hang dapat mempengaruhi keputusan Tuhan. Tugas kita adalah percaya bahwa Allah adalah yang Maha Kuasa yang sanggup melakukan apapun. Apapun yang terjadi dalam hidup manusia saat bahagai dan susah tetap setia berjalan bersama Tuhan.
Ayub pada akhirnya kembali menghadap Tuhan, berbicara dari hati ke hati. Ayub lelah berdebat dan berargumentasi dengan para sahabatNya. Maka pada bagian akhir kitab Ayub ini menghantarkan kita kepada kesadaran diri, siapa kita di hadapan Allah. Ayub membuka diri tentang siapa dirinya, dan menyerahkan hidupNya kepada Tuhan dan percaya Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu. Enam ayat pertama pada pasal 42 ini sangat menentukan bagaimana anugerah terjadi. Ayub menerima dua kali lipat dari apa yang dimilikinya sebelumnya bukan karena budi baiknya atau tetapi Anugerah Allah yang memulihkan Ayub.
Baiklah kita menarik pelajaran dari nas kotbah Minggu ini:
1. Ayub membuka diri dihadapan Tuhan:
Ayub 42:2 (TB) "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.
Dialog ayib dan sahabatnya meruoakan perdebatan yang tak kunjung ada titik temunya. Penulis kitab ayub membawa kita kepada kesimoulan diskui, setiao orang haru jujur dihadapan Allah. Mungkin ada orang yang memiliki oaham teodisi seperri sahabat-sahabag Ayub. Sahabatnya membela Tuhan dan menyalahkan aayib. Mereka terus mendorong Ayub mengoreksi diri bahwa dibalik semua derita ini pasti ada kesalahan Ayub dan diajak untuk bertobat. Seolah sahabatnya adalah hakim atas perbuatan manusia dan dilegitimasi dengan atas nama Tuhan (teodisi). Pada pihak Ayub sendiri, dia memberikan penjelasan bahwa dalam semua yang dituduhkan adalah keliru, Ayub tidak berterima dirinya disalahkan dibalik semua penderitaan ini. Jadi mendengarkan apa kata orang kita akan lelah dan teriris perasaaan tidak berterima dipersalahkan dan lelah menyusun argumentasi untuk membenarkan diri.
Penulis kitab Ayub pada bagian pasal 42 ini mengajak kita:
Pertama, manusia diperhadapkan kembali dihadapan Tuhan, biar kita terbuka dari hati ke hati, berbicara di hadapan yang maha Tahu bahwa apa yang terjadi dalam hidup ini Tuhan mengetahuiNya. Tidak ada perkataan dan tindakan manusia yang tidak diketahui oleh Tuhan.
Kedua, percaya bahwa Allah sanggup melakukan segala sesuatu atas apa yang dikehendakiNya dan tidak ada rencana Tuhan yang gagal. Bagi Ayub kemujuran atau penderitaan yang dialami jangan menjadi tolak ukur untuk setia dan tidak setia kepada Tuhan. Dalam segala keadaan kita setia dan percaya Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu menurut kehendakNya. Amal dan kebaikan, kesalehan dan kejujuran manusia tidak menentukan kemujuran seseorang, namun Tuhan memiliki keputusanNya sendiri menurut kehendakNya.
Allah Maha kuasa tidak ada satupun yang dapat menggagallkan rencana Allah. Sekali Ia berfiman jadilah maka akan jadi. Keputusan Allah absout tidak ada yang dapat membatalkannya. Tugas kita adalah membuka diri dihadapan Allah, untuk dikoreksi dan dipulihkan oleh Allah. Manusia tidak mempunyai wewenang untuk membenarkan atau menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada hidup orang percaya. Tuhan memiliki otoritasnya sendiri tentang apa yang menjadi keputusaannya.
2. Menyadari ketidaktahuan:
Ayub 42:3 (TB) Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
Salah satu sifat manusia adalah ingin tahu. Jatuhnya manusia ke dalam dosa adalah penasaran akan keingin tahuan. Hawa ingin tahu apa rencana Tuhan dibalik larangan. Saat keingin tahuan itu disiasati Iblis akhir mereka jatuh ke dalam dosa. Kejadian 3:4-5 (TB) Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat."
Keingin tahuan ini membuat mereka tidak taat pada perintah Allah. Bukankah mereka telah menerima perintah dan larangan? Namun keingin tahun adalah sifat yang melekat pada manusia, karena manusia diberi akal dan pikiran. Seblmakin banyak tahu semakin banyak pula pengetahuannya. Tidak heran orang berlomba-lomba untuk mengurangi ketidak tahuan melalui pencarian informasi, pengetahuan dll. Namun salah satu bahanya dari sifat keingin tahuan manusia adalah manusia jatuh pada berpura-pura tahu. Akhirnya jatuh pada kekeliruan. Ibarat hakim yang menimbang perkara, namun tidak mengetahui akan apa hang terjadi maka keputusannyapun bisa keliru. Demikian orang yang menghakimi sesamanya tanpa mengetahui apa yang sebenarnya yang terjadi. Bagi Ayub, pertimbangan Tuhan tidak dapat diselami namun sering manusia juga merasa benar atas apa yang mereka tidak ketahui.
Disinilah Kitab Ayub memberikan pesan pencerahan yang berharga kepada sahabat-sahabat Ayub dan kepada para pembacanya. Kitab Ayub menggugat barang siapa yang merasa mengetahui dasar dan pertimbangan Tuhan dalam menilai apa yang terjadi pada seseorang itu afalah kekeliruan yang besar. Hanya Allah sendirilah yang mengetahui dasar dan pertimbangan akan apa yang terjadi pada seseorang. Ayub di akhir cerita ini mebawa kita agar menyadari ketidak tahuan kita. Di hadapan sesama dia membantah namun dihadapan Tuhan dia memohon pengampunan atas ketidak tahuannya.
*Good or bad who knows?* Dalam baik atau buruk siapa yang tahu? Kisah ini sudah sering kita dengar.
Seorang tabib dipenjara oleh tuannya, karena tidak sanggup mengobati jarinya yang luka saat berburu akhirnyan harus diamputasi dan kehilangan satu jari. Akitbatnya tuannya pun memenjarkaan dia. Tuannya seorang raja yang suka berburu, suatu ketika mereka berburu di dalam hutan, namun sang tabib tidak ikut laginkarena sudah dipenjara. Entah kenapa mereka masuk kepada suatu wilayah suku pedalaman yang anti orang asing. Sang raja ditangkap beserta rombongan dan hendak dijadikan sebagai kurban penyembahan kepada dewa yang mereka percayai. Raja pun diikat dan diletakkan diatas mezbah penyembahan. Namun kepala suku membatalkan raja itu dijadikan korban karena jarinya tidak sempurna. Akhirnya raja pun dilepaskan dan dibebaskan karena dianggap tidak sempurna.
Pulang dari berburu sang raja pun menjumpai sang tabib dan menyamoaikan terima kasih karena telah mengamputasi jarinya karena itulah dia selamat. Sab tabib pun membalasnya, saya bersukur di penjara oleh tuan, karena kalau saya ikut bersama tuan mungkin saja saya yang akan menjadi kurban. Mereka pun saling merangkul dan memulihkan hubungan diantara mereka.
Good or bad who knows? Baik bukuk, siapa yang tahu? Tidak ada seorang pun manusia yang dapat memastikannya, hanya Tuhan yang mengatur rencanaNya dalam hidup ini. Ayub di akhir carita ini membuka kesadaran baru bagi kita, mari sadari ketidak tahuan kita tentang Allah, tentang apa yang terjadi dan tentang apa yang akan terjadi. Tugas kita adalah menjalani hidup ini dalam baik atau buruk, dalam bahagia atau susah tetap setia dan memuji Tuhan yang maha tahu dan maha kuasa.
3. Aku percaya bukan karena apa kata orang tetapi karena pengalaman pribadi bersama Tuhan.
Penulis kitab Ayub memberikan pengajaran, beriman bukan berarti apa kata orang, tetapi apa yang kita imani dan percayai. Itulah sebabnya Ayub berkata: Ayub 42:5 (TB) Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
Gereja lama berdebat dan terpecah karena doktrin yang dirumuskan dalam konfessi. Dokumen-dokumen Konfessional menjadi pemisah di antara aliran gereja-gereja yang ada. Syukurlah ada gerakan oikumene yang mempersatukan seluruh umat Kristen sehingga semakin menyadari kesatuan di dalam Yesus Kristus. Sekalipun keunikan masing-masingnharus di hargai.
Apa yang menarik dari pengakuan Ayub ini, yaitu: kektistenan kita bukan apa yang diajarkan orang, atau bukan apa dirumuskan dalam konfessi, atau doktrin-doktrin yang kaki, namun bagaimana iman seseorang itu bertumbuh karena pengalaman rohani dan perjumpaan dengan Tuhan.
Saya mencek Ensiklopedia Britannica tentang arti pengalaman religius, yakni demikian: pengalaman religius , pengalaman khusus seperti rasa takjub akan ketidakterbatasan kosmos, rasa kagum dan misteri di hadapan sesuatu yang sakral atau suci, rasa ketergantungan pada kekuatan ilahi atau tatanan yang tak terlihat, rasa bersalah dan cemas yang menyertai kepercayaan pada penghakiman ilahi, atau perasaan damai yang mengikuti iman pada pengampunan ilahi. Beberapa pemikir juga menunjuk pada aspek religius pada tujuan hidup dan takdir individu. Singkatnya, pengalaman keagamaan berarti pengalaman khusus tentang yang ilahi atau yang hakiki dan pandangan tentang setiap pengalaman sebagai penunjuk kepada yang ilahi atau yang hakiki.
Selanjutnya disebutkan: “Pengalaman keagamaan” tidak banyak digunakan sebagai istilah teknis sebelum terbitnya: Ragam Pengalaman Keagamaan (1902) oleh William James , seorang psikolog dan filsuf Amerika terkemuka, tetapi penafsiran konsep dan doktrin keagamaan dalam konteks pengalaman individu sudah ada sejak mistikus Spanyol abad ke-16 dan zaman reformis Protestan . Penekanan khusus pada pentingnya pengalaman dalam agama ditemukan dalam karya-karya pemikir sepertiJonathan Edwards , seorang profesor di Universitas Harvard, Friedrich Schleiermacher , dan Rudolf Otto . Dasar dari pendekatan eksperiensial adalah keyakinan bahwa pendekatan ini memungkinkan pemahaman langsung tentang agama sebagai kekuatan nyata dalam kehidupan manusia, berbeda dengan agama yang dipahami baik sebagai keanggotaan gereja atau sebagai keyakinan pada doktrin yang berwenang .
Bagaimana kotbah Ayub mendorong setiap orang agar mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Jika Ayub dulu percaya hanya dari apa kata orang, namun dalam kotbah ini setelah Ayub mengalami sendiri bagaimana diuji dia mengalami perubahan. Pengalaman hidup yang terjadi menjadi perjumpaan dengan Tuhan. Bagaimana setiap orang mengalami pengalaman rohani dan perjumpaan dengan Tuhan.
Pengalaman religius ini juga menekankan bahwa keimanan kita bukan dasar pengetahuan, rumusan konfessional atau apa kata orang, tetapi pengalamn pribadi berjumpa dengan Tuhan melalui apa yang terjadi dalam kehidupan kita. Memgetahui konsep keagamaan adalah baik, namun bagaimana kita mengalami apa yang kita imani. Sama seperti kotbah, bukan aoa yang kita katakan tetapi bagaimana setiap pengkotbah mengalami dan menghidupi kotbahnya.
Perjumpaan dengan Tuhan bukan hanya hal suka atau duka, tetapi kesadaran akan apa yang terjadi kini. Tuhan itu hidup dan bekerja serta campur tangan dalam hidup kita.
Sahabatkut! Ada banyak implikasi kotbah yang dapat kita petik dari kisah Ayub. Pada hari ini kita diteguhkan Allah sanggup melakukan segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Amin
Salam:
Pdt Nekson M Simanjuntak, MTh - Praeses HKBP D.28 Deboskab