Kotbah Minggu Okuli,
Minggu, 23 Maret 2025
Nas; Lukas 13:1-5
*BERTOBAT AGAR TIDAK BINASA*
Selamat Hari Minggu! Sahabat yang baik apakah yang anda pikirkan jika seseorang atau suatu keluarga mati mengenaskan? Mungkin anda merasa takut dan bertanya mengapa bisa terjadi demikian, Apakah ada salah atau dosa mereka sampai harus mengalami kejadian yang mengenaskan? Begitulah pendapat orang pada umumnya sering sekali menghubungkan penderitaan dengan kesalahan. Kita sering tergoda untuk menghubung-hubungkan kesalahannya sehingga tergiring untuk menghakimi bahwa apa yang terjadi adalah hukuman atas perbuatan.
Di kalangan Yahudi ada sebuah pandangan disebut dengan teodisi bahwa penderitaan yang terjadi pada seseorang adalah hukuman Tuhan. Ajaran seperti itu muncul dari pemahaman bahwa Tuhan itu baik dan akan mendatangkan kebaikan bagi orang saleh dan setia mengikuti perintahNya. Sebaliknya akan mendatangkan hukuman bagi orang yang melanggar perintah Tuhan dan perilaku jahat. Semua yang baik datang dari Tuhan, penderitaan dan hal-hal buruk merupakan buah kejahatan. Dengan pandangan demikian tercipta pemahaman jika terjadi hal buruk kepada seseorang itu dianggap sebagai hukuman Tuhan. Pandangan teodisi ini dapat membuat orang menghakimi orang lain jika ada penderitaan pasti ada kesalahan yang dilakukan sehingga mendatangkan murka Tuhan.
Alkitab menentang pandangan teodisi yang demikian, penderitaan yang terjadi belum tentu akibat dari kesalahan seseorang. Faktanya ada kalanya orang baik dan tidak melakukan kesalahan apapun tetapi harus menjalani dan mengalami hal buruk sebagaimana dialami Ayub. Kitab Ayub dan kitab sastra hikmat lainnya mengajarkan semua yang terjadi di dunia ini diketahui oleh Tuhan, karena Tuhan pencipta dan mengatur segala ciptannyaNya. Hal buruk yang menimpa seseorang belum tentu akibat kesalahan mereka. Alkitab mengajarkan bahwa jika hal buruk terjadi pada orang baik jangan berputus asa tetapi tetap setia dan mencari hikmat dari apa yang dialami. Bisa saja dengan menjalani penderitaan meruoakan jalan Tuhan memberikan hal baik bagi orang yang dikasihi Tuhan.
Dalam kotbah Minggu ini Yesus menjawab pertanyaan murid-murid tentang suatu peristiwa sekelompok orang Galilea yang mati mengenaskan terjadi. Sekumpulan orang mati mengenaskan dibunuh oleh Pilatus saat mereka menyerahkan korban ke Bait Allah. Darah mereka tercampur dengan darah kurban yang dipersembahkan di Bait Allah. Tidak ada keterangan yang kita temukan mengenai peristiwa tersebut, tetapi dari penjelasan Yesus yang mungkin sudah mengetahui peristiwa itu.
Jika kita baca perikop ini keseluruhan, mungkin para murid hendak menanyakan bahwa ada pasti kejahatan mereka, sehingga Allah membiarkan mereka mati dibunuh di Bait Allah. Atau hendak menanyakan apa hukuman Allah kepada Pilatus yang sangat jahat itu. Pertanyaan hendak digiring apakah kematian sekumpulan orang Galilea yang mati mengenaskan itu adalah akibat dosa mereka? Menurut catatan, memang ada sekumpulan pemberontakan orang Galilea terhadap Romawi dengan melakukan teror untuk perlawanan terhadap Romawi. Jika yang dimaksudkan, maka pertanyaan para murid hendak menegaskan bahwa pemberontakan itu merupakan kesalahan, karena Allah membiarkan mereka mati dibunuh oleh Pilatus.
Dari jawaban Yesus dalam kotbah ini kita dibawa kepada pemahaman baru untuk mengubah pertanyaan di dalam hidup ini. Pemikiran para murid yang memikirkan dosa atau kejahatan orang lain berubah kepada menanyakan dosa sendiri. Berhentilah memikirkan dosa atau kejahatan orang lain, tetapi arahkanlah waktu dan energi untuk memperbaiki diri sendiri.
Untuk lebih lengkapnya baiklah kita mengambil pelajaran dari kotbah Minggu ini.
*1. Jangan menghakimi, jangan tambahi duka orang yang berduka dengan prasangka yang macam-macam.*
Bagaimana orang memahami penderitaan? Merupakan salah satu hal yang dijawab oleh kotbah ini. Setelah Yesus melakukan pengajaran khusus kepada murid-muridNya (dalam pasal 12), diceritakan ada beberapa orang menyampaikan kabar tentang kematian orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus aaat mereka menyampaikan kurban di Bait Allah. Kematian mereka sangat tersebar bagi masyarakat karena kematian yang sangat menyedihkan. Darah mereka bercampur dengan korban yang mereka berikan. Spintas, bisa menjadi pertanyaan bikankan mereka berbuat baik dan membeeikan kurban? Tetapi apa yang mereka alami cukup naas.
Yesus menjawab mereka dengan tegas dan seolah sudah tahu apa motivasi mereka menanyakannya. Lukas 13:2-3 (TB) Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu?
Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.
Di kalangan Yahudi, orang Galilea kurangbdianggap dibandingkan dengan Yudea. Orang Galilea adalah kaum nelayan, pinggiran sedangkan Yudea adalah lahirnya pemimpin yang bersejarah di Israel. Bahkan jika kita baca pemanggilan murid pertama, bandingkan pertabyaan Natanael dari Yohanes 1:46 (TB) Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?"
Prasangka mereka yang menyampaikan kejadian tersebut tentu sama seperti teodisi Yahudi yang dijelaskan diatas. Mereka berprasangka bahwa kematian naas tersebut karena ada kesalahan atau dosa mereka. Suatu sikap yang menghakimi yang menambah duka bagi keluarga mereka yang kehilangan dan berduka. Prasangka buruk yang menghakimi (judge) merupakan perbuatan yang tidak kristiani. Pesan Yesua yang tegas hendak menyampaikan bahwa jika kita masih menikmati hidup ini belum tentu mereka lebih taat atau setia kepada Tuhan dari mereka yang mengalami penderitaan. Tuhan menunggu pertobatan kita, jika tidak menggunakan waktu untuk bertobat maka akan binasa.
Menampik prasangkan yang menyampaikan kabar kematian naas orang Galilea. Yesus menambahkan cerita yang sudah viral atau umum diketahui kalangan Yahudi saat itu. Dimana pernah terjadi menara dekat Siloam jatuh seketika itu 18 orang meninggal dunia. Apakah ada dosa atau kesalahan mereka? Mereka tak berbuat apa-apa tapi kejadian itu membuat mereka meninggal. Yesus menambahkan cerita ini hendak menyampaikan bahwa kematian naas yang terjadi bukanlah akibat dosa dan bukan pula karena pemberontakan atau kejahatan mereka.
Mereka telah berduka maka jangan tambahi lagi duka mereka dengan prasangka-prasangka yang meyakitkan hati. Yesus mau memberikan pesan, jika tidak bisa mengurangi beban dan duka mereka dengan berdoa bagi mereka agar kuat dan tabah, maka diam saja.
Jika kita baca Kitab Ayub, sahabat-sahabat Ayub pernah berprasangka buruk pada Ayub atas segala penderitaan yang dialaminya. Sahabatnya berpikir tidak mungkin penderitaan datang begitu saja dan pasti ada kesalahan Ayub. Ayub membela diri dan bersedia dikoreksi dari lubuk hati yang terdalam. Prasangka sahabat-sahabat Ayub membuat Ayub kesal hingga menyebut sahabatnya sebagai "penghibur sialan". (Ayub 16:2 Hal seperti itu telah acap kali kudengar. Penghibur sialan kamu semua!)
*2. Jika tahu Tuhan murka atas dosa dan kejahatan maka bertobatlah agar jangan binasa.*
Tuhan murka atas kejahatan, dan hukuman akan menimpa siapa saja. Maka tugas kita bukan mau menghitung dan membuktikan hukuman Tuhan pada orang berdosa, tetapi lebih utama memoerbaiki diri sebelum hukuman tiba. Jadi jangan pikirkan dosa orang lain, tapi hindarilah hukuman dengn pertobatan.
Dari apa yang disampaikan oleh Yesus, pelajaran kedua yang kita petik dari kotbah ini adalah jika tahi Tuhan murka atas kejahatan dan pelanggaran maka bertobatlah agar tidak binasa. Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa mereka yang mengalami kejadian naas bukan lebih buruk dari mereka yang hidupnya amam-aman saja. Justru menjadi kayros untuk merenungkan secara dalam bahwa Tuhan masih memberi waktu untuk memperbaiki diri.
Saya mengajak kita merekonstruksi kejadian menara Siloam, bagaimana duka yang dialami oleh keluarga dari 18 orang? Di luar 18 orang itu pasti ada yang selamat. Mereka yang selamat itu lasti tidak lebih baik, lebih soleh dan lebih taat dari mereka yang meninggal. Maka dapat kita tarik suatu pelajaran jika diberi kesempatan untuk hidup itu bukan karena kebaikan mereka namun Tuhan beri kesempatan untuk berubah dan menghasilkan perbuatan baik. Atau noleh kita bahasakan begi: jika Tuhan masih belum murka atas dosa dan perbuatan kita, itu bukan berarti kita tidak salah dan tidak berdosa, tetapi karena masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.
Dalam kejadi kebakaran di Los Angeles? Tidak sedikit para pengkotbah dan netizen yang menghubungkan kebakaran terhebat itu dengan dosa-dosa kota itu. Banyak sekalim yang membeberkan perilaku kesalahan dosa-dosa mereka sebagai kota yang dikecam kareka kebebasannya. Saya sangat salut bagi para aktifis yang berjuang mengumpulkan apa saja yang membantu warga Los Angeles. Bantuan ibarat setetes air sejuk saat haus di musim kering.
Menurut catatan, kebakaran hutan yang melanda Los Angeles, Amerika Serikat, meninggalkan luka mendalam bagi para warga di wilayah tersebut. Selain menghadapi trauma fisik, banyak dari mereka kehilangan tempat tinggal yang hangus dilalap api. Bencana ini tidak hanya menghancurkan rumah-rumah penduduk, tetapi juga meluluhlantakkan berbagai fasilitas umum seperti sekolah, toko, restoran, hingga pusat bisnis. Menurut Alice C. Hill, seorang peneliti dari Council on Foreign Relations, dalam tulisannya berjudul After the Fires: How to Rebuild Los Angeles, potensi kerugian akibat kebakaran tersebut diperkirakan mencapai US$ 150 miliar atau sekitar Rp 2.459 triliun (kurs Rp 16.398). (Dikutip deri detik.com, 17.01)
Dapat kita bayangkan musibah yang begitu hebat, rumah2 mewah habis seketika dan berubah menjadi debu. Bahkan trauma masa kebakaran hebat itu orang yang kaya raya sekalipun harus hidup dari pertolongan orang lain. Segelas air mineral berguna bagi LA.
Merespon kecaman orang kepada peristiwa LA itu, sangat menarik memperhatikan respon dari Tuhan Yesus atas laporan para murid dalam kotbah ini. Yesus tidak mengabaikan dosa yang mungkin hendak disebutkan oleh muridnya, namun Yesus mengarahkan langkah yang lebih baik yang seharusnya dilakukan yaitu berhentilah membicarakan dosa orang lain, marilah kita mengarahkan diri kita kepada pertobatan. Dosa orang lain yang mengalami penderitaan mungkin tidak seberapa dibanding dengan kesalahan kita sendiri.
Itulah sebabnya Yesus sangat keras mengecam: "jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian."
*3. Hiduplah dalam kemurahan Tuhan dan menghasilkan buah*
Ada juga hal yang harus kita syukur dalam kotbah ini. Jika kita sampai saat ini tidak binasa itu semata karena kemurahan Tuhan. Jika setiap orang yang melakukan kesalahan langsung mendapatl hujuman, siapakah yang hidup kini? Tentu tak seoranngpun yang tak luput dari dosa dan salah, namun kita masih hidup di dalam kemurahan Tuhan. Namun bukan berarti kalau Tuhan bermurah hati, jangan menjadi kesempatan di dalam dosa. Hidup dalam.kemurahan Tuhan justru kesempatan untuk menghasilkan buah.
Dalam ayat berikutnya, kita membaca kisah tentang perumpamaan pohon ara yang tidak berbuah tidak dikutuki. Sudah mau ditebang namun hamba itu memohon biarlah diberi kesempatan untuk mengolahnya dan berharap akan berbuah ke tahun depan. Perumpamaan pohon ara ini sangat penting diperhatikan agar jangan cepat membuat keputusan terhadap orang yang tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, namun cerita pohon ara ini hendak mengajak kita mengasah lebih tajam apa yang dapat kita perbuat agar berbuah? Sudah tiga tahun membiarkannya bertumbuh namun tak menghasilkan apa-apa, ada baiknya ditebang saja diganti dengan tanaman lain.
Namun hamba pekerja di kebun itu memohon:
Lukas 13:8-9 (TB) Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,
mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!"
Permohonan hamba itu merupakan permohonan kita bersama dihadapan Tuhan. Mungkin banyak hal yang diharapkan Tuhan dari kkta, namun kita belum menghasilkan apa-apa bagi Tuhan. Tidak ada alasan lagi untuk memberi waktu bagi kita. Namun Tuhan baik permohonan kita masi terus didengarkan dan diberi kesempatan.
*Sekarang marilah kita buat perencanaan seperti hamba tersebut, dia akan mencangkul dan memupuknya. Artinya dia bekerja keras lagi dan berupaya melakukan usaha extra agar dapat berbuah. Kita adalah pekerja itu dan sekaligus pohon ara. Sebagai pekerja kita berusaha agar pohon ara berbuah dengan usaha pengolahan tanah dan pemupukan. Kita jugalah pohon ara yang ditunggu-tunggu oleh Tuhan untuk menghasilkan buah.
Mari kumpulkan tenaga dan kekuatan untuk memperbaiki diri, jangan habiskan waktu hanya untuk membicarakan dosa dan kesalahan orang lain.*
Sahabatku, Tuhan memberkati kita semua. Kiranya kotbah minggu ini memberikan semangat bagi kita untuk hidup lebih baik, sikap korektif pada diri sendiri dan memperbaiki kelakuan (bertobat) dan berusaha untuk menghasilkan buah-buah yang manis bagi Tuhan.
Salam: Pdt Nekson M Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar